Rabu, 27 Mei 2009

Serba Galau

Mau tidak mau

Mau tidak mau

Kali ini harus dihadapi

Yang awalnya skeptis

Diperlukan pesimistis

Agar tidak apatis


Ternyata menjalani hidup itu susah. Tidak mau diambil pusing tetapi tidak mungkin. Semakin besar beban-beban berat yang berdatangan. Tapi apa mungkin ini semua tiada hentinya?


Kaki ini seakan berat untuk melangkah. Siapa yang tahu bahwa kaki ku dengan mudahnya dipindahkan olehNya? Meski bukan ini yang aku mau. Namun harus tetap maju melaju.


Teguran-teguran yang semakin mendalam membuatku jadi sadar. Betapa miskinnya aku. Betapa jauhnya aku. Betapa kecilnya aku.


Tanggungan ini harus aku jinjing dengan misi. Tidak ada kata untuk bermain. Tidak ada lelucon di dunia ini jika aku ingin mundur sendiri. Sebab aku bukan lagi ranting. Kini aku bermetamorfosis jadi duri.


Bukan lagi aku yang bergelayut. Dalam diri menghilangkan bentakan untuk menuntut. Meski tetap jadi penurut. Selain menonjolkan bahwa aku bukanlah buntut.


Obsesi dan mimpi, wajib dituruti. Untuk menjadi aku yang penuh dengan misteri. Yang aku tahu bahwa tidak ada yang tahu diriku selain aku.


Meski yang lalu tetap muncul. Aku jadikan hal itu sebagai pasak untuk mereduksi yang dahulu. Aku biarkan. Namun tidak bisa sekuat saat-saat kemarin itu.


Karena kesadaran ini. Karena teguran ini. Karena kewajiban ini. Karena suratan ini.

Senin, 25 Mei 2009

Penyesalan yang Selalu Datang Belakangan

Penyesalan yang Selalu Datang Belakangan

Siang tadi, sekitar jam setengah satu siang, kakak gw nelpon ke handphone gw, tapi gak gw angkat soalnya gw gak sadar ada getaran dari handphone gw.. Mungkin saat itu gw lagi ambil uang di ATM Perpustakaan. Pas udah sampai di kosan, gw sms ke kakak gw, nanya ada apa.


Nggak lama, kakak gw nelpon gw. Dia bawa kabar buruk kalau bokap gw kecelakaan, dan dibawa ke RSUD Bekasi. Kaget banget gw dengarnya. Kata kakak gw, bokap kecelakaan pas naik ojek abis mengurus perpanjangan KTP gw. Kakak gw nyuruh gw nelpon nyokap.


Tanpa ba bi bu, gw langsung telpon nyokap. Nyokap gw bilang kalau urusan KTP gw udah beres dan bokap gw itu naik ojek dalam perjalanan pulang dari Kelurahan. Gw kurang tahu bagaimana kronologis kejadiannya, yang jelas kecelakaannya di daerah Pekayon. Dan langsung dibawa ke RSUD Bekasi. Pas gw nelpon, nyokap gw bilang saat itu bokap lagi dijahit kepalanya karena kepalanya bocor dan banyak darah yang keluar. Tapi Alhamdulillah bokap masih sadar.


Gw bener-bener nggak nyangka kalau bokap gw bisa mengalami kejadian seperti ini. Tumben-tumbenan pula bokap gw naik ojek. Dan itu demi pengorbanannya untuk mengurus keperluan gw, yaitu perpanjangan KTP. Tetapi yang membuat gw benar-benar menyesal karena semalam sebelumnya, pas bokap gw menelpon gw udah sampai kosan atau belum (karena gw ada kegiatan pada malam itu), gw malah menjawab dengan nada agak kasar. Sebetulnya hal itu gw lakukan karena bokap gw bertanya mendetail tentang bagaimana cara gw pulang ke kosan dam gw kurang suka itu.


Tadi pagi sebenarnya bokap menelpon gw lagi, menanyakan apakah gw punya pas foto berlatar merah atau tidak. Sebab ternyata foto KTP mempunyai aturan seperti ini: Tahun ganjil fotonya harus berlatar merah dan tahun genap fotonya berlatar biru. Untuk gw yang lahir pada tahun 1989, berarti harus memakai foto berlatar merah. Sedangkan gw tidak mempunyai foto berlatar merah. Saat itu gw tidak mengobrol banyak, hanya membahas masalah foto dan masalah ujian presentasi Bahasa Inggris gw saja, tidak sempat menjelaskan alasan mengapa kemarin malam gw berbicara dengan nada agak kurang menyenangkan. Mungkin bokap gw tidak terlalu sadar kalau kemarin malam gw berbicara dengan nada seperti itu, but I really feel guilty.


Tadi gw dapet kabar dari om, kakak, dan terakhir tante gw, yang memberikan berita terbaru bahwa bokap dipindah ke RSAL. Jadi dari RSUD Bekasi tadi, bokap dipindah ke RS Ananda Bekasi. Di situ bokap di CT-Scan dan hasilnya cedera ringan. Punggung atau bahunya (gw kurang jelas) patah. Dan saat ini bokap sudah berada di RSAL Mintohardjo. Kata tante dan sepupu gw yang dokter, patah tulangnya bokap tidak usah dioperasi, Insyaallah tidak apa-apa. Kesadaran dan keadaan kepala saat ini pun baik.


Aku benar-benar meminta maaf buat Papa dan Ibu karena aku sering emosian dan tidak sabar. Aku tahu Papa dan Ibu selalu menginginkan yang terbaik untuk Aku dan Emas. Terutama maafkan Aku ya, Pah, Bu. Aku belum bisa menjadi anak yang baik dan membanggakan untuk Papa dan Ibu. Aku hanyalah seorang Abu yang menjadi beban pikiran Papa dan Ibu.


Buat kalian semua yang baca tulisan gw ini. Gw harap, jangan deh melakukan hal serupa seperti yang gw lakukan. Karena kita tidak tahu apa yang akan terjadi pada hari esok. Apakah besok-besok kita masih bisa bertemu ayah dan ibu kita, hanya Allah yang tahu jawabannya.



(Teman-teman, minta doanya untuk kesembuhan bokap gw. Terima kasih banyak ya!)


Minggu, 24 Mei 2009

Gemerlap Malang Tempo Doeloe IV



Gemerlap Malang Tempo Doeloe IV

Setiap tahunnya, Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Malang selalu menyelenggarakan acara yang bernama Malang Tempo Doeloe (MTD). Hingga kini, di tahun 2009, terselenggara MTD IV. Acara ini bertempat di sepanjang Jalan Ijen dan berlangsung selama empat hari yakni dari tanggal 21 hingga 24 Mei. Konsep dari acara ini adalah kembali ke suasana zaman perjuangan dulu, dimana banyak properti-properti barang antik (seperti sepeda ontel dan mobil kuno) serta penuh dengan nuansa etnik.


Pada tanggal 20 Mei malam, gw sempat melihat hingar bingar persiapan MTD IV baik dari segi dekorasi, pengisi acara, dan kesibukan pengisi stand pameran. Saat itu gw memprediksikan kalau MTD tahun ini berbeda dari tahun sebelumnya, gw pun berani menjamin bahwa stand-stand pameran lebih bervariatif.


Sudah sejak jauh-jauh hari, gw dan beberapa teman kosan gw, Fitri dan Shinta, merencanakan kepergian kami ke acara besar tersebut. Pilihan jatuh pada hari Jumat. Berdasarkan pengalaman gw satu tahun yang lalu, gw inginnya kita pergi di siang hari, karena kalau siang itu masih sepi, gak begitu sesak sama pengunjung. Tapi berhubung Shinta kuliah sampai sore, ya sudah.. Kita ubah rencana jadi jam 16.00.


Ternyata, mbak Sapie juga mau ke MTD hari Jumat. Karena kita berfikir lebih ramai lebih seru, maka peserta bertambah lagi yaitu mbak Sapie, mbak Ve, dan mbak Dhita.


Hari Jumat pun tiba. Gw pulang kuliah jam 12 siang, setelah itu gw ke kosan Tita bareng Usna dan Devi, buat ngasih kado. Gw balik ke kosan lagi sekitar jam 13.30. Gw nanya Fitri, kita jadi ke MTD atau nggak. Ternyata batal, karena baru saja ada peperangan saudara KR 35 antara mbak Sapie dan mbak Sovi, sehingga mbak Sapie merubah rencana kepergian ke MTD menjadi hari Sabtu. Okelah, gw manut aja (manut : nurut). Malemnya, gw baru tahu kalau hari Sabtu, Fitri nggak bisa ikutan ke MTD karena ada prraktikum di Sumber Pasir.


Besoknya di Sabtu siang, gw (C) sms mbak Sapie (MS).

C : Mbak, ke MTD jam berapa?

MS : Lah, emang anak2 maunya jam berapa? Siapa aja yang ikutan?

C : Kata Shinta jam 3 aja. Lantai 1 yang ikut gw, Shinta, mbak Ve, Fifi.

MS : Masalahnya gw juga nggak tau jadi ikut apa nggak. Coz hari Senin gw mau ngadep dosen.


Walah. Jiwa mudah-sebal-sama-orang gw pun kambuh. Tau gini udah dari kemarin aja gw ke MTD-nya. Udah nggak sama Fitri, nggak sama mbak Sapie pula. Gw ngomel-ngomel sendiri gitu. Tapi ya sudahlah, tanpa mereka, gw juga masih bisa ke MTD bareng Shinta, Fifi, dan mbak Ve..


Ternyata, pas kita mau berangkat, turunlah hujan. Padahal gw udah dandan rapi tuh. Shinta juga udah siap dengan batik dan jilbab barunya, hehe.. Shinta mulai gelisah, ”Ah, masa gak jadi?” Dengan sabar dan sok bijak gw ngomong, ”Sabar, ditunggu aja dulu.” Nggak lama, hujan pun reda. Jam 15.30 kita cabut dari kosan.


Sampai sana, ternyata udah lumayan ramai. Prediksi gw ternyata tepat, MTD kali ini stand-nya lebih bervariatif, terutama stand penjual makanan yang semakin banyak. Dekorasi tahun lalu yaitu gubug, pada tahun ini diganti dengan orang-orangan sawah yang di hari ke-tiga ternyata bentuknya sudah mendekati ambang kehancuran akibat hujan. Properti barang antik juga semakin ramai. Menyenangkan lah pokoknya.


Kalau ke MTD cuma jalan-jalan, lihat-lihat dan foto-foto aja, gak afdhol itu namanya. Yang nggak boleh terlewat adalah beli makanan! Gw terbukti paling boros di antara teman-teman kosan gw. Pertama, gw beli gulali gula jawa yang disalut dengan gula halus. Gw juga beliin titipannya Novi yaitu arumanis rambut nenek sihir. Terus gw juga beli incaran gw dari dulu, Roti Maryam. Temen-temen gw beli kerupuk pasir yang disiram saus pedas dari gula jawa, tapi gw gak beli, cukup minta-minta mereka aja .


Di gerbang kepulangan, gw sama mbak Ve tertarik beli arumanis kapas yang akhirnya kita makan rame-rame di kosan. Plus yang terakhir, kita semua beli ronde.


Nggak sabar deh mau ketemu sama Malang Tempo Doeloe V. Gw rasa Pekan Raya Jakarta dan Surabaya Shopping Festival aja kalllaaahhh jauuuuhh sama Malang Tempo Doeloe..


Hayyyo.. Buat yang penasaran.. Tahun depan harus dateng ya!


Sabtu, 23 Mei 2009

Celana Bahan vs Celana Jeans

Gw suka bingung sama temen-temen gw yang sok-sokan gak mau mema

Gw suka bingung sama temen-temen gw yang sok-sokan gak mau memakai celana bahan. Bahkan sekalipun berbahan jeans, ia tidak mau kalau modelnya tidak skinny jeans.


Pernah di suatu awal perkuliahan, gw ke kampus pakai celana bahan warna hitam model cut bray. Celana itu udah gw punya sejak SMP, dan itu yang gw pake buat nari di acara Kartini sekolah gw. Karena badan gw nggak melar-melar dari dulu sampe sekarang, jadi celana itu masih muat dipakai sama gw (kecuali bagian perut gw yang semakin maju dari hari ke hari, hehe..). Kemudian ada salah seorang teman yang menegur gw, “Cit, kok lw pakai celana bahan sih?” Jujur aja gw agak kaget dia nanya seperti itu, “Iya nih. Gak papa tau. Ini kan celana gw dari SMP.” Terus dia masih komen-komen gitu, tapi gw udah lupa soalnya kejadian itu udah lama berlalu.


Ada lagi salah seorang teman gw yang lain, yang semua celana jeans-nya berbentuk pensil alias skinny. Sebelum celana skinny booming, tentunya dia juga punya celana-celana berpotongan model lain. Karena ukurannya masih muat dipakai, dia membawa celana-celana tersebut ke tukang jahit untuk divermak menjadi skinny jeans. Dalam sebuah perbincangan, gw menyatakan kalau gw tidak akan menyulap celana-celana jeans gw yang modelnya cut bray dan boot cut menjadi skinny, dengan alasan trend mode akan terus berputar dan celana-celana selain skinny jeans pasti akan terpakai kembali. Tetapi reaksi teman gw yang di dalam lemari bajunya tidak ada celana jeans selain model skinny tersebut menyatakan ketidaksetujuannya, “Ih, kalo gw sih biarin aja. Nggak mau gw pakai celana model lain.” -Hidup lw gak berwarna banget sih.-


Halloooo…?? Gak ngerti apa itu fashion ya? Please deh, emangnya temen-temen gw itu gak pernah liat halaman mode di majalah ya?


Karena “tekanan lingkungan”, akhirnya saat ini gw sering pakai skinny jeans daripada celana boot cut, cut bray, atau celana bahan. Tapi yang namanya Citta nggak akan pernah mudah terbawa lingkungan begitu saja. Kegemaran gw memakai celana-celana yang tidak sesak pun gw substitusi dengan memakai rok. Kalau pakai rok, gak ada deh teman-teman gw yang berkomentar miring, yang ada malah jadi pusat perhatian. Makin oke deh gw.. Haha.. Selain itu, emang lebih enak kok kalau pakai rok.. Lebih bebas aja rasanya..


Celana jeans, apalagi skinny jeans, sebenarnya tidak baik untuk kesehatan. Lebih spesifiknya, tidak baik untuk kesehatan alat reproduksi manusia.


Kakak gw, justru nggak suka pakai celana jeans. Kalau gw pakai celana jeans, dia pasti ceramah mengenai sisi negatif dari jeans. Yang pertama, kaku (nggak enak kalau dipakai buat sholat). Terus celana jeans itu nggak fleksibel terhadap suhu. Kalau suhu panas, celana jeans seakan turut menghantarkan panas ke kulit kita. Akan tetapi kalau suhu dingin, celana jeans tidak bisa memberi kehangatan kepada kita, yang ada malah memperdingin suhu kulit. Lw menyadari hal itu nggak? Kalau gw sih, setuju sekali.

Kamis, 21 Mei 2009

Curhatan di Detik-Detik Dua Dekade

Mendengar istilah “Dua Dekade”, terasa begitu berat di hati, pikiran, jiwa, dan raga gw. Tidak terasa, tujuh hari dari sekarang, gw telah menghirup udara di dunia selama dua puluh tahun lamanya.


Gw pernah mendengar, “Menjadi dewasa adalah sebuah pilihan”. Dan hal ini telah gw sadari dari setahun yang lalu, tepatnya saat gw berumur 19 tahun. Menjadi dewasa adalah sebuah pekerjaan yang sulit. Walaupun menjadi dewasa merupakan pilihan setiap orang, namun hal ini memang harus dilalui oleh setiap insan manusia. Dewasa untuk mempertanggungjawabkan dirinya kepada diri sendiri, orang tua, orang-orang terdekat, bangsa dan negara, bahkan agama.


Terdengar serius memang topik yang gw angkat kali ini. Mungkin inilah yang memang menjadi kegelisahan diri gw pada saat ini.


Gw merasa, selama hidup dua puluh tahun di dunia, gw belum bisa menghasilkan apapun untuk diri gw sendiri. Kira-kira dua tahun yang lalu, dalam sebuah perbincangan gw dengan salah seorang teman SMA gw yang bernama Sekar, gw membandingkan selebritis-selebritis muda seumuran gw yang sudah bisa menghasilkan ”sesuatu” dengan diri kami yang saat itu tidak ada apa-apanya dengan mereka. Bukan berarti gw atau teman gw itu ingin menjadi selebritis, tetapi kami melihat dari sisi kemampuan mereka dalam mencuri start dalam bidang karir, prestasi, dan lainnya.


Selain itu, tanggung jawab di usia dua puluh ini terasa semakin berat. Di usia ”kepala dua” ini, rata-rata, setiap harafiah kehidupan akan kita lakukan di sini. Seperti lulus kuliah, mencari kerja, menikah, dan mempunyai anak. Dan hal inilah yang menjadi ketakutan tersendiri untuk gw. Yang sebelum-sebelumnya gw sengaja tidak mau berpikir untuk itu semua, mau tidak mau mulai saat ini gw harus merencanakan segala sesuatunya untuk masa depan gw. Belum lagi, kemungkinan akan datang tuntutan dari pihak-pihak lain, misalnya orang tua. Jika dulu gw yang menuntut orang tua gw, saat ini gw harus berdiri diatas kaki sendiri untuk menghadapi tuntutan dari keluarga maupun orang lain.


Sebenarnya, gw agak stress dengan semua ini. Tapi memang inilah perjalanan alam yang memang harus dilewati. Semoga Allah SWT memberikan jalan terbaikNya untuk gw. Amin.

Minggu, 17 Mei 2009

Guru dan Kasir

Ada dua profesi di dunia ini yang gak mau gw kerjain, yakni: guru dan kasir.

Kenapa? (Pasti lw semua pada bertanya-tanya.. Hehehe)

Bukankah guru adalah sebuah profesi yang mulia? Bener banget tuh, kalo ada yang beranggapan seperti itu. Bahkan, sampai ada pepatah yang mengatakan “ Guru adalah Pahlawan Tanpa Tanda Jasa “ (walaupun pada zaman sekarang sangat sedikit guru yang tidak mendapat “tanda jasa”). Tapi, lw jangan sampai lupa kalo guru itu juga menjadi objek utama dari sasaran caci maki siswa. Bener nggak?

Mungkin, karena gw sering banget menyumpah serapahi guru-guru yang pernah mendidik dan mengajarkan ilmunya kepada gw. Apalagi kalo guru itu orangnya nyebelinnn banget, gak bisa ngajar, kalo ngasih nilai pelit, de el el. Truz biasanya gw juga sering ngomongin si guru sama temen-temen gw. (Haha.. Ketahuan deh gw sering ngomongin guru!). Coba bayangin deh, apa enaknya sih, diomongin sama siswa yang kita didik? Setiap minggu kita ketemu, tapi siswa yang kita ajarin itu bukannya ngerespon pelajaran dari kita, malah semangat mencari kesalahan dari kita. Huh, enggak deh, buat gw punya profesi menjadi seorang GURU.


Kedua, kasir. Gw tau, jadi kasir itu pekerjaan yang halal dan tidaklah mudah. Justru karena tidak mudah itulah makanya gw nggak mau jadi kasir. (Please deh Cit, mana ada sih pekerjaan yang mudah?) Hehehe.. Ini sih berhubungan dengan kemampuan otak gw dalam hitung menghitung. Padahal, kalau hitung menghitung di mata kuliah Akuntansi atau Ekonomi, lumayanlah, gw bisa mencernanya dengan baik. Tapi, kalo dalam kehidupan real, gw nggak tau kenapa, otak gw ini lemot banget kalo disuruh menghitung uang. Selama ini gw berusaha untuk tidak mensugesti diri bahwa gw adalah seorang yang lemot dalam masalah hitungan uang. Tapi fakta-fakta menunjukkan gw memang lemah dalam hal itu, sob.

Dalam tiga minggu belakangan ini, gw telah dua kali mempermalukan diri gw sendiri di hadapan kasir mini market dekat kosan gw. Yang pertama, waktu itu gw pergi sendirian pesan bawal bakar di “Ibu Bakar” dekat masjid. Sambil nunggu pesanan gw itu jadi, pergilah gw ke Faja Mini Market, tapi gw lupa gw beli apa aja. Terus, pas udah selesai transaksi pembayaran, si kasir ngasih kembaliannya ke gw. Gw masih memegang kantong plastik belanjaan, dompet, dan uang kembalian yang emang belum gw masukkin ke dalam dompet. Uang itu dengan sibuknya gw hitung di depan si kasir. Saat itu si Kasir memberikan Rp 11.700 ke gw. Dengan agak emosi dan semangat mau ngajarin si Kasir, gw bilang ke kasirnya, “Mbak, ini kembaliannya kurang seribu. Tadi kan duitnya dua puluh ribu, belanjaannya 8.300, harusnya kan..” terus mata gw masih liat lembaran-lembaran uang di tangan gw. Si Kasir terlihat mau membuka mulut dan membela diri. Dan akhirnya gw tersenyum malu, “Eh iya deh, Mbak. Bener.. Maaf ya Mbak.. Hehe..”


Kejadian yang kedua terjadi di malam hari. Waktu itu gw baru pergi dari suatu tempat, terus gw melanjutkan perjalanan pulang itu untuk mampir terlebih dahulu di El-Farah Mini Market untuk beli roti tawar dan Lay’s. Tadinya gw pengen beli Sari Roti, tapi ternyata stoknya abis, jadi gw beli roti tawar pandan biasa, harganya Rp 6000. Harga Lay’s Cheezy Pizza (I really love it!) Rp 3100. Jadi totalnya kan Rp 9100. Gw ngeluarin uang Rp 50.000 dan Rp 100 logam, biar kembaliannya gampang, pikir gw. Tapi nggak lama, Rp 100 logamnya gw balikin lagi ke dompet, gw tuker pake seribuan. Saat itu pikiran gw udah kalut banget, gak fokus gitu. Gw berikanlah itu uang Rp 50.000 + Rp 1000 kepada si Kasir. Si Kasir ngeliatin uangnya, truz ngeliatin gw. Akhirnya dia balikin uang Rp 1000nya ke gw. Dia nanya, “Mbak, ada seratus?” Gw ambil deh tuh Rp 100. Kemudian si Kasir ngembaliin Rp 41000 ke gw. Gw bengong, balik gw yang ngeliatin si Kasirnya. Dengan tatapan bego, gw nanya ke Mbaknya, “Loh, Mbak..??”. Dengan sabar si Kasir jawab, “Iya, tadi kan Rp 1000nya Mbak udah saya kasih tadi ke Mbak. Jadi kembalinya Rp 41.000.” Di dalam otak gw masih muter-muter penuh dengan angka gitu. Akhirnya gw menyadari kebodohan gw, “Hehehe.. Udah malem, Mbak”. Si Mbak Kasir menjawab, “Iya, Mbak.”. Truz gw bilang lagi, “Maaf ya Mbak..”. Habis itu gw langsung ambil langkah seribu untuk kabur.


Sampai saat ini, gw belum berani menginjakkan kaki lagi di Faja maupun El-Farah. Malu aja gitu kalo si Kasirnya masih inget sama gw.. Hehehe.. Tapi untungnya, di dua kejadian itu, gak ada saksi mata selain gw dan kasir. Jadi gak ada yang tahu cerita bodoh gw ini kecuali Allah, gw, Kasir, dan lw yang sekarang lagi baca. Hahahaha…


Makanya. Nggak pantes banget deh gw jadi guru maupun kasir. Cari kerjaan yang lain aja ahh..