Eh
apa? *kucek-kucek mata* Nggak salah baca kan, ada Soto Jamur Instan?
Ya,
kini telah hadir SOTOJI (SOTO Jamur Instan) yang akan menyemarakkan variasi
kuliner di tengah Anda dan keluarga!
Beberapa
hari yang lalu, saya berkesempatan untuk mendapatkan sampel produk SOTOJI.
Begitu
kiriman sampel SOTOJI tersebut sampai ke rumah saya, saya tidak sabar untuk
segera memasak dan mencicipinya. Tapi karena ada beberapa tugas yang harus diselesaikan,
saya harus menunda beberapa saat sampai-sampai
saya berkata dalam hati ”Oke, tahan dulu ya perut, nanti kita masak SOTOJI-nya.”
Beberapa
jam berlalu…
Teng
teng teng!
Waktunya
memasak SOTOJI dimulai. Eh tunggu dulu.. Kita lihat dulu kemasannya. Aman
dikonsumsi atau tidak? Mari kita cek!
Saya
lega ternyata SOTOJI ini sudah terdaftar di DEPKES RI dan ada label Halal dari
MUI.
Selanjutnya…
Kita balik bungkusnya, penasaran komposisinya apa saja. Sebagai konsumen kita
harus peduli terhadap komposisi produk yang kita makan dong… Dan ternyata ada
informasi nilai gizinya juga lho!
Wah
aman, tidak nampak adanya bahan-bahan yang berbahaya bagi kesehatan tubuh.
Kandungan karbohidrat dan proteinnya juga tinggi.
Setelah
cek dan ricek SOTOJI dirasa aman, saatnya membaca petunjuk memasaknya.
Tampak mudah
nih cara masaknya.
Baiklah,
daripada perut teriak-teriak minta segera diisi SOTOJI, mari kita masak!
Buka
bungkus SOTOJI (di situ Anda akan menemukan sohun, jamur tiram goreng,
bumbu, minyak, dan cabai bubuk)
2.a. Masukkan
sohun ke dalam 400 cc (2 gelas) air mendidih
b.Masukkan
jamur tiram goreng
c.Aduk
selama 2 menit
Selagi
sohun dan jamur tiram goreng direbus, siapkan bumbu, minyak, dan cabai
bubuk ke dalam mangkuk.
Setelah
2 menit, matikan kompor. Tuang SOTOJIyang telah direbus ke dalam mangkuk.
Aduk hingga bumbu merata.
Beri
pelengkap tambahan sesuai selera, seperti telur rebus, tomat, jeruk nipis,
seledri, dan bawang goreng. SOTOJI siap untuk dihidangkan.
Saya
pun langsung tergoda untuk mencicipi karena tergiur oleh aroma jamur yang
membangkitkan selera, namun saya juga tidak lupa memanggil kedua orang tua saya
untuk turut merasakan SOTOJI ini.
Ketika
ibu saya mencicipi, beliau langsung berseru, “Hmm… Enak! Enak!”
Papa
saya pun tak ketinggalan untuk menikmati SOTOJI.
Sedangkan
saya? Seperti orang yang tidak makan satu minggu! Hehe... Saya makan SOTOJI selahap mungkin.
Malam
harinya, kakak saya beserta istri datang ke rumah orang tua saya. Sampel SOTOJI
yang tinggal sisa satu bungkus pun saya sodorkan kepada kakak saya. “SOTOJI?
Apaan nih?” ujarnya. “Udah, cobain aja,” jawab saya. Kakak saya pun antusias
dan bergegas menuju dapur untuk memasaknya. Tidak lama kemudian, SOTOJIterhidang
di atas meja dan langsung disantap oleh kakak dan kakak ipar saya. Mereka
terlihat puas dan sangat menikmati suapan demi suapan SOTOJI.
“SOTOJI
sangat lezat! Setelah saya coba, awalnya saya membayangkan bahwa SOTOJI itu
soto daging sapi atau soto ayam, ternyata soto jamur yang rasanya lezat sekali.
Saya memakan SOTOJIdengan nasi, merupakan kombinasi yang begitu pas.” - Papa
saya
“SOTOJI
sedap! Saya kan biasa makan jamur, tetapi baru kali ini saya merasakan soto
jamur instan. Memang enak dan saya ingin memakannya lagi. Saya yakin SOTOJI ini
sehat karena ada kandungan jamurnya. Bumbu SOTOJI terasa light dan pas sekali sehingga saya rasa cocok untuk disajikan kepada
keluarga, apalagi dengan cara memasaknya yang mudah dan praktis. Saya akan mempromosikan
kepada teman-teman saya.” - Ibu saya
“Inovasi SOTO Jamur
Instan ini tidak pernah saya
bayangkan sebelumnya. Soto dengan jamur tiram goreng dan sohun lembut serta
aroma yang begitu khas hingga tidak ada alasan untuk menolaknya. Cara
memasaknya pun praktis dan hanya sekedipan mata. Semoga sukses, SOTOJI!” - Saya
“SOTOJI rasanya gurih, bumbunya pas, dan proses pembuatannya cepat sehingga kalau lapar
tidak usah lama menunggu. Selain itu saya puas karena SOTOJI menyediakan
bubuk cabe yang banyak. Saya harap SOTOJI bisa membuat inovasi lain pada jamurnya,
jadi tidak hanya jamur tiram saja tetapi bisa jamur kancing atau mungkin jamur
shitake.” - Kakak ipar saya
“Ketika
mencicip SOTOJI, saya tidak sadar bahwa saya sedang makan soto instan, karena rasanya
yang ‘rumahan’, benar-benar soto khas Indonesia. Sangat enak. Hanya saja bungkus
bumbunya sulit dibuka. Saran saya terhadap SOTOJI, bisa dikembangkan
variasi-variasi soto lainnya.”- Kakak saya
Hayooo,
penasaran kan dengan rasa SOTOJI yang sangat nikmat ini? Bagi yang ingin
mencoba SOTOJI, buruan deh pesan DI SINI. Selamat mencoba ya : )
Saya berharap semoga SOTOJI bisa diterima oleh pasar dalam negeri dan bahkan
tidak tertutup kemungkinan untuk terkenal sampai ke luar negeri. Sukses terus ya, SOTOJI!
Beberapa hari yang lalu, gue masak lagi di heater. Kali ini gue masak fusilli.
Gue udah pernah bilang kan, kalau gue gampang bosan sama makanan. Jadilah gue beli bahan-bahan makanan mentah di sebuah supermarket. Agak membingungkan juga sebenarnya, karena gue harus memikirkan jenis bahan makanan yang awet dan tahan lama disimpan dalam suhu ruang (karena di kosan gue nggak ada kulkas), yang nggak usah pakai bumbu macam-macam, dan jenis makanannya hanya bisa direbus. Maka gue memutuskan untuk membeli bahan-bahan pembuat pasta, karena gue gemar banget sama jenis makanan yang satu ini dan udah khatam masak pasta sendirian kalau di rumah.
Berhubung nggak mungkin kalau masak spaghetti (heater gue diameter-nya mungkin hanya sekitar 20 cm), mata gue tertuju pada fusilli. Karena fusilli bentuknya pendek-pendek dan menggemaskan dan membangkitkan selera makan. Untuk sausnya, saus bolognese saja, yang paling mudah.
Pertama, gue merebus fusilli. Saking semangatnya masak, gue ngerebus fusilli sekitar jam satu siang, padahal rencana untuk makan malam. Maksud gue, biar nggak kemepetan waktunya, soalnya gue kan suka mengulur-ulur waktu. Bisa berabe kalau gue buru-buru ngerebus fusilli, belum lagi masak sausnya, padahal perut gue udah teriak-teriak minta diisi. Tapi ada satu kekurangan pada saat gue memasak pasta kali ini, seharusnya pasta direbus dengan dicampur sedikit minyak, supaya kalau sudah ditiriskan tidak menempel satu sama lain. Berhubung mubadzir kalau gue beli minyak, jadinya si fusilli agak-agak menempel satu sama lain sewaktu kering ditiriskan.
Kemudian sekitar jam empat sore, gue mulai memasak sausnya. Berhubung (lagi-lagi) keterbatasan bahan, gue masak saus bolognese cuma pakai air, saus tomat, daging kornet (kornet kemasan sachet dan cuma sisa separuh karena separuhnya sudah gue makan pakai nasi), dan penyedap masakan. Menyedihkan sekali ya bahan-bahan saus gue? Harusnya pakai minyak sedikit, ditambah tumisan bawang putih dan bawang bombay, terus bumbunya pakai garam dan lada. Biarin aja deh, walau begitu juga gue doyan kok.
Karena gue masaknya cuma setengah porsi (cukup lah buat gue sendiri), gue pakai saus tomat dengan takaran setengah botol kecil. Bodohnya gue saat itu adalah salah memperkirakan banyaknya air yang gue rebus. Akhirnya gue sibuk crat-crot-crat-crot memencet botol saus supaya saus yang gue bikin nggak terlalu encer. Satu kebodohan terulang lagi, bukannya saus jadi kental malah jadinya rasa saus gue kekecutan gara-gara kebanyakan saus tomat. Setelah matang, gue matikan listrik dan gue diam sejenak memutar otak supaya saus-nya nggak terlalu encer. Aha! Tinggal direbus lagi aja terus menerus sampai kental. Dan akhirnya, saus bolognese ala kadarnya pun jadi juga.
Pasata nggak pakai taburan kehu di atasanya, kurang sip. Makanya gue sudah siap dengan keju dan yang gue beli adalah keju singles karena kalau beli keju batangan bakalan lama habisnya. Keju singles itu gue cabik-cabik supaya terlihat seperti keju parut, tapi tampaknya tidak berhasil karena jadinya keju dengan bentuk bulat-bulat aneh :p
Tarrra ini hasilnya!
Rasanya? Enak tapi.. kurang daging, kurang bumbu, dan kurang bawang bombay. Hahaha.
Posting kali ini terhitung tidak penting. Tapi inilah kebiasaan gue. Mementingkan yang tidak penting. Karena yang tidak penting-penting itu terkadang menjadi sangat penting untuk gue.
Belum genap satu bulan gue kembali mendiami Malang, rasa-rasanya gue udah gelisah aja sama kenyamanan hidup gue. Jelas aja, kehidupan di rumah memang jauh lebih nyaman dengan kehidupan di perantauan. Ditambah lagi dengan kondisi perkuliahan yang carut marut akibat urusan skripsi, semakin membuat gue ingin ini ingin itu banyak sekali.
Pertama, gue pengen banget punya kompor portabel.
Telat sih memang, harusnya dari tahun pertama atau kedua gue ngekos, gue udah punya alat ini. Dulu sih mikirnya takut ketahuan ibu kos atau takut bahaya karena kamar kos gue kan kecil dan banyak barangnya. Tapi karena akhir-akhir ini gue sering bosan beli makanan di luar jadinya pengen banget masak sendiri. Akhirnya sih gue masak pakai heater, tapi yang bisa direbus-rebus aja. Ini nih hasil sup tofu telur sosis gue beberapa waktu yang lalu.
Sekarang gue juga menyesal, kenapa dulu nggak mau punya alat pemasak dan penghangat nasi. Sepertinya lumayan menghemat kalau bisa masak nasi sendiri dan yang penting adalah nggak usah keluar kosan kalau tiba-tiba pengen makan. Tapi nggak mungkin kalau gue punya sekarang, kan nggak lama lagi gue hengkang dari tempat ini. Percuma.
Terus, gue pengen banget bisa mindahin rumah orang tua gue di Bekasi, ke Malang. Rumah beserta seluruh isinya, yaitu bokap, nyokap, dan kakak gue. Setidaknya sampai gue selesai ujian skripsi karena gue SANGAT membutuhkan mereka! Andai saja rumah orang tua gue bisa diterbangkan memakai balon seperti di film Up.
Selanjutnya, gue pengen beli pensil mata (benar nggak sih, eyeliner di-bahasa Indonesia-kan jadi pensil mata?). Sudah pengen beli ini dari lama, karena memang nggak pernah punya, tapi selama ini gue santai-santai saja. Herannya, sekarang jadi menggebu-gebu pengen punya. Kenapa ya? Padahal nggak ada rencana pergi ke mana-mana. Ah wajarlah, namanya juga kepengen.
Kurang lebih itulah hal-hal yang sedang gue butuhkan sekarang. Apalagi keinginan yang pengen mindahin rumah, ajaib banget kalau bisa terjadi. Apa salahnya kan bermimpi?
Oh iya ada tambahan. Nggak nyambung sih sama judulnya, gue hanya mau berbagi saja. Sering gue mendengarkan orang-orang menyemangati gue, “Pasti bisa!” Gue heran, emangnya orang-orang pernah jadi gue ya? Di masa lalu pernah jadi gue, gitu? Gue aja gak bisa meramalkan diri gue sendiri, kenapa orang lain percaya kalau gue bisa? Terdengar pesimis memang, jangan ditiru ya, tapi ah sudahlah. Yang tahu diri gue, YA CUMA GUE.
Gambar diambil dari sini (kecuali gambar sup tofu telur sosis).