Jumat, 11 Desember 2009

Am I Too Tall?

Gw lagi iseng-iseng liat-liat foto gw bareng keluarga inti gw. Terus gw amati deh, tinggi badan antara gw, kakak, papa, sama ibu gw. Pastinya ya, yang paling tinggi nomor satu itu kakak gw. Kemudian disusul sama papa yang nggak jauh beda sama gw (tapi tetap aja tinggian papa). Yang paling “rendah” ya ibu gw. Hehe.


Ini foto di Rumah YangTi di Surabaya. Lebaran 2009.


Emang sih, kalau menurut apa yang gw inget dari kata-kata guru SD gw, namanya Bu Rina (Hai, teman-teman SD Tunas Jakasampurna Galaxi, masih ingat ibu guru super kita yang satu ini kan?), kalau anak perempuan rata-rata memiliki tinggi diantara ayah dan ibunya. Kalau anak laki-laki baru diatas tinggi ayahnya.
Gw, sering menjadi perempuan yang tertinggi di kelas (sekolah maupun kuliah). Banyak yang bertanya bagaimana cara gw bisa tinggi. Padahal kalau mau jujur nih ya, gw baru berasa tinggi itu waktu SMP. Malah waktu SD gw terhitung setara lah sama teman-teman gw dan bukan menjadi anak yang tertinggi di kelas. Lantas apa yang bisa membuat gw tinggi seperti ini?
Gw kasih tahu nih rahasianya. Sewaktu bulan puasa di kelas 1 SMP, gw setiap sahur minum Energen. Kemudian pas lebarannya, pada saat itu gw berlebaran di Bogor, di rumah tante gw. Di sanalah hampir setiap hari (pagi dan sore) gw berenang, soalnya gratis, hehehe. Langsung aja tuh tulang gw memanjang ke atas. Eh tapi jangan langsung percaya dengan analisis gw diatas. Karena ada faktor X-nya. Mungkin pada saat itu memang waktunya gw sedang pertumbuhan yang benar-benar ”tumbuh” dan yang paling penting, sebetulnya tinggi badan gw ini bawaan dari genetik, guys. Hihihi. Karena dari pihak papa gw, memang tulang-tulangnya cukup ”raksasa” begitu pula dari pihak ibu gw. Meskipun ibu gw yang paling tidak tinggi diantara saudara-saudara kandungnya, tapi kakak dan adik ibu gw punya postur tubuh yang tinggi-tinggi. Jadi, memang sudah bawaan orok makanya gw punya tinggi tubuh yang seperti ini.
FYI, tinggi gw hanya 169 cm kok, teman. Sampai sekarang gw masih suka pengen nambah paling tidak 1 cm lagi aja. Nanggung aja gitu, tinggi kok 169 cm, mau digenapin jadi 170 cm tapi gw nggak tahu gw masih bisa tumbuh atau tidak. Soalnya gw suka ”iri” kalau melihat atau bertemu perempuan yang tinggi badannya di atas gw. Rasanya pengen narik tulang-tulang gw ke atas lagi.
Oh iya, gw juga suka sebal kalau gw jalan sama teman-teman gw yang tingginya di bawah gw tapi mereka kurang percaya diri kalau jalan sama gw. Kalau udah seperti itu gw jadinya salah tingkah dan sedikit ”memendekkan” tubuh gw alias badan gw bungkukkan. Makanya banyak orang yang bilang gw kalau jalan suka bungkuk. Ya karena faktor tersebut, jadi agak kebawa kalau gw jalan agak bungkuk. Tapi kalau gw ingat, pasti gak gw bungkukkin kok, gw gak mau deh jadi si bongkok. Makanya tolong ya teman, jangan menyiksa gw seperti itu.
Barusan saja terbersit di otak gw, perempuan terlalu tinggi itu menyeramkan nggak sih? Yang pasti dapat julukan ”tiang listrik”, ”jangkung”, dan lain-lain itu sih sudah biasa. Tapi kalau gw pribadi sih gw senang mempunyai tinggi badan seperti ini, karena ada manfaatnya juga loh. Gw sering dimintain bantuan sama teman-teman gw untuk menjangkau sesuatu yang letaknya tinggi bahkan sampai menggantikan lampu kamar teman. Kemudian, kalau lagi nonton sesuatu di tempat keramaian, nggak usah berdiri di paling depan juga sudah kelihatan. Dan bermanfaat juga terhadap saluran penafasan gw. Kalau lihat konser yang berdesak-desakan, gw bisa jinjit sedikit dan bisa mendapatkan bantuan sedikit-sedikit oksigen. Hehe.
Jadi, gw nggak akan menyesal telah dianugerahi tinggi badan seperti yang gw punya saat ini. Lagipula, model-model catwalk juga tinggi, bukan?

0 comments: