Siapa
bilang waktu itu berjalan begitu cepat? Di beberapa momen, saya merasakan waktu
seakan berjalan begitu lambat.. Bahkan berhenti.. Kita semua pernah mengalami
saat itu, saat jam pelajaran di kelas, saat dimana kita menunggu jawaban dari
seorang yang kita sukai untuk menerima cinta kita atau tidak, saat menunggu
proses kelahiran, dan lain lain..
Di
hari itu, waktu seakan berhenti berputar.. Ketika sebuah truk bermuatan kayu
gelondongan muncul di depan mobil yang sedang saya kendarai..
Banyak
yang bilang di depan ajal, di benak kita akan muncul memori-memori dari
kejadian yang pernah kita alami dalam kehidupan.. Namun yang saya alami jauh
berbeda.. Di benak saya tidak muncul memori-memori indah saat ayah saya
mengajak saya memancing ikan berdua dengannya, saat hari pertama saya ke
sekolah, saat saya menyatakan cinta ke seorang gadis yang saya cintai, atau saat
merayakan kelulusan dengan teman-teman saya.. Yang saya lihat justru bayangan
dari sesosok wanita yang saya cintai.. Dia..
Dia. Waktu bahkan tidak pernah berkenalan dengannya. Hanya saya
dan dia. Kami tidak pernah menghabiskan waktu bersama namun ada satu hal yang
saya dan dia tahu: kami saling mencinta. Tapi kami tidak pernah berargumen
tentang derasnya waktu yang tak pernah menyatukan kita. Mungkin saja dengan
penuh dendam dan perlahan, waktu akan membunuh perasaan saya dengannya. Dengan
cara ini, ajal segera meraup gejolak rasa yang tidak tuntas terhadapnya.
Lantas saya tidak bisa berkata-kata. Biar Tuhan yang membawa
perasaan ini padanya. Aku titipkan asa ini padaNya, agar dia tahu bahwa aku
mencintainya meski raga ini sudah tiada.
Harapan
dan impian untuk kembali kepadanya pun sirna seiring saya menutup mata,
menyambut Sang Malaikat maut datang menjemput.. Dan segalanya berubah menjadi
gelap..
Seakan
cahaya datang kembali menerangi pandangan saya, saya pun tersadar sembari
berkeringat.. Entah itu karena mimpi yang baru saya alami, atau bahkan karena
selimut yang menutupi tubuh saya di siang hari ini.. Saya melirik jam digital yang ada di buffet yang terletak di samping kasur.. Hari ini hari minggu,
tanggal 11, jam 11 siang.. tunggu sebentar.. Hari ini adalah tanggal sekarang,
namun 3 jam lebih awal sebelum kecelakaan tadi.. Di tengah kebingungan saya,
saya mendengar suara ribut di dapur..
Saya
melihat diri saya 3 jam lalu sedang bertengkar dengan istri saya.. Sebuah
pertengkaran verbal yang cukup sengit, dan hanya dikarenakan persoalan kecil
menyangkut acara esok hari, yang rencananya kami akan mengunjungi orang tua
saya.. Yang notabene tidak berhubungan baik dengan istri saya..
Saya
ingin menghentikan pertengkaran mereka, tapi apa daya.. Bagi mereka suara saya
hanyalah suara desiran angin.. Tak lebih dari bayangan..
Banyak
hal yang saya sesali di dalam hidup ini.. Salah satunya, mungkin yang terbesar,
adalah saat saya mengatakan, "Saya menyesal telah menikahimu! Kenapa saya
tidak menikahi Lusi saja, orang yang saya cintai sebelum bertemu kamu!".. Jika
saya tahu bahwa itu akan menjadi percakapan terakhir kami, tentu saya hanya akan
mengungkapkan kalimat-kalimat cinta di depannya saat itu..
Saya
melihat istri saya menangis.. Saya pun duduk disebelahnya sembari meminta maaf
dan menungkapkan betapa menyesalnya saya telah mengatakan hal itu dan betapa
saya mencintainya.. Mungkin ribuan kali.. Sampai tiba-tiba saya terkejut ketika
ada seseorang yang tidak saya kenal masuk ke dalam rumah saya.. Bukan itu saja,
yang membuat saya lebih terkejut adalah orang itu bisa melihat saya..
Dia
mengatakan pada saya, "Apakah kamu menyesal?".. Tentu saja saya
menjawab iya.. Lalu dia bertanya lagi pada saya, "Apa yang paling kamu
inginkan di dunia ini?".. Saya menjawab, "Saya ingin kesempatan kedua
untuk memperbaiki kesalahan saya".. "Apakah kamu yakin kamu tidak
akan melakukan kesalahan yang sama?", tanyanya lagi.. Saya optimis dan
menjawab tidak.. Lalu dia bilang, "Kamu sadar kan, kehidupan di dunia? Bagaimana
jika saya menjanjikan surga jika kamu merelakan kehidupan ini?".. Dan
saya, dengan mudah menjawab, "Jika saya di surga dan dia di neraka, saya akan
meminta Tuhan untuk mengirim saya ke neraka tempat dia berada.. Karena surga
bukanlah sebuah surga tanpanya.."..
Orang
itu tiba-tiba tersenyum dan mendekati saya.. Lalu dengan tangannya dia
mendorong saya.. Saya yang sedang kebingungan pun di dorongnya lagi.. Di dorong
lagi.. di dorong lagi.. dorong lagi.. dorong lagi............
"CLEAR!!!" terdengar seseorang menyeru.. "CLEAR!!"
terdengar lagi, namun kali ini diikuti dengan suara bising, seperti suara
mesin-mesin.. "CLEAR!!", sepintas saya melihat sebuah ruangan,
seperti ruang emergency rumah sakit..
Setelah saya telusuri lagi.. Bukan. Ini bukan ruang emergency rumah sakit. Saya yakin saya
sedang mengigau. Atau jangan-jangan, saya sudah berada di surga? Tidak mungkin
neraka seindah ini.. dan hei, mana orang yang mendorong saya tadi? Mengapa ia
tidak bertanggung jawab mendampingi saya?
Lambat laun, saya mulai menangkap seberkas cahaya. Saya tajamkan
pandangan ini, pelan namun tetap tak kehilangan arah. Kelamaan saya melihat
sebuah titik dan saya tidak ingin lepas dari titik itu. Saya ikuti titik itu
sampai ke ujung. Ternyata kosong. Hilang.
Saya tertunduk. Tak terasa air mulai menetes ke pipi saya.
“Apakah semudah ini saya menangis?” pikirku sembari menyeka ujung mata.
Ternyata tidak. Air itu tidak jatuh dari mata saya. Kemudian saya teringat,
seseorang pernah berkata, “Tidak mungkin air mata akan turun dari orang
sepertimu.” Lalu, dari manakah air-air ini? Saya mengangkat kepala dan
merasakan air-air itu terjun menghantam wajah saya.
Berarti.. Ini bukan surga. Ini bukan neraka. Saya tidak pernah
mendengar cerita ada hujan di surga ataupun neraka. Ini pasti masih di dunia.
Saya berteriak penuh suka cita. Saya bisa memohon maaf kepada istri saya dan
mengatakan bahwa saya cinta. Tapi keriangan itu tak lama, mengingat saya tidak
tahu saat ini saya sedang berada di dunia bagian mana. Saya mulai menggigiti
ujung jari saya.
“TRING!” seketika ada yang jatuh di arah jam 10 tempat saya
duduk. Saya ambil benda keemasan yang berkilau itu. Saya amati, ternyata
sekeping uang logam. “Apalah artinya uang, Tuhan.. Saya mohon, jangan ajak saya
berseloroh. Apalah artinya uang dalam keadaan seperti ini?” pekikku dalam hati.
“BRUK!” belum lagi mendapat jawaban dari Tuhan, tetiba jatuh
setumpukan kertas tepat di depan kaki saya. Saya pungut dan dapat saya lihat
jelas tulisan di atasnya, ternyata itu adalah surat-surat kontrak perusahaan.
Saya tersenyum tipis, “Apalah artinya kekuasaan, Tuhan.. Saya mohon, jangan
asal berkelakar. Apalah artinya kekuasaan dalam keadaan seperti ini?”
“SUDAH CUKUP, TUHAN! Jangan jatuhkan apa-apa lagi kepada saya.
Saya sudah mengerti. Sudah sangat mengerti! Yang saya butuhkan sekarang
hanyalah kunci. Kunci agar saya bisa meminta maaf dan dimaafkan. Tolong,
Tuhan!”
Sedetik.. Dua detik.. “KLING!” jatuhlah kunci di hadapan saya.
Namun saya mulai ragu.. Haruskah saya mengambil kunci ini atau lebih baik
membiarkan diri saya terjebak dalam kesunyian ini?
Saya
pun memilih untuk mengambil kunci tersebut.. dan tepat disaat saya
mengambilnya, sebuah pintu besar yang saya rasa terbuat dari mahoni dan
berlapis emas, muncul di hadapan saya.. Saya masukkan kunci itu.. Saya masuk ke
ruangan yang sangat gelap, seakan cahaya tidak pernah hadir disitu.. Dan saat
saya melangkah, ternyata ruangan tersebut tak beralas.. Saya pun jatuh ke dalam
lubang kegelapan..
Tak
berapa lama muncul cahaya-cahaya redup di sekeliling saya..
Dengan
kondisi yang masih terjun bebas saya dapat melihat cahaya-cahaya tersebut
membentuk gambar-gambar.. Tampaknya seperti sebuah presentasi video lewat
proyektor yang biasa dilakukan di kantor.. Saya melihat diri saya, istri saya,
dan.. seorang anak! Seorang anak yang kehadirannya sangat kami tunggu-tunggu! Saya
mulai ingat belakangan ini istri saya sering mual dan cepat letih.. tapi...
apakah ini sebuah petanda? Baru saya memikirkan tentang itu, seketika
gambar-gambar di ruangan itu beterbangan dengan pola acak mengelilinya saya..
dan seketika sebuah cahaya yang sangat terang menenggelamkan saya..
Ketika
saya tersadar dan membuka mata, saya mendapati diri saya sedang duduk di dalam
mobil.. Mobil pribadi saya.. Saya melihat jam digital di dashboard mobil saya,
tanggal 11, jam 2 siang lewat 15 menit.. 10 menit sebelum kecelakaan terjadi..
Saya tersentak. “Apa yang saya pikirkan di tengah-tengah jalanan
ini?” gumamku. Saya sadar, saya tidak punya banyak waktu. Hanya tersisa 5 menit
lagi. Lima menit yang bisa mengantarkan saya pada nyawa yang terlepas dari raga
atau mungkin sebaliknya, dimana Tuhan masih mengizinkan saya dalam
memperpanjang helaan nafas ini.
Saya memutuskan untuk meminggirkan mobil saya. Suara-suara di
kepala saya pun mulai beradu, mengharuskan saya menghadapi kematian atau
membelokkan garis takdir. Suara-suara ini rupanya tidak sadar bahwa saya sedang
berpacu dengan waktu. Seharusnya mereka tahu bahwa tak ada lagi kesempatan
untuk berdebat dan sebaiknya membantu saya dalam mengambil keputusan yang tak
perlu hebat, namun tepat.
Lima menit berkurang semenit. Saya tak boleh mendengarkan
suara-suara ini lagi. Saya akan mengikuti ke mana kaki ini akan melangkah.
Kebetulan otak saya meresponnya dengan baik, menugaskan kaki saya untuk keluar
dari dalam mobil kemudian berlari. Terus tanpa arah. Saya mulai kebingungan.
Saya tidak tahu ke mana kaki ini berayun, ingin saya hentikan tapi tak ada
kekuatan yang bisa membuatnya berhenti.
Saya terus menerus memaksa kaki ini untuk terhenti, namun tetap
tak bisa. Arah kaki ini semakin acak tak beraturan. Saya pasrah. Kepasrahan
membawa saya kepada lintasan raut istri dan orang tua saya. Bahkan raut calon
anak saya tak terlihat di situ! Saya tidak terima dengan keadaan ini. Saya
ingin pulang. Saya ingin pulang.
Enam puluh detik terlewatkan begitu saja atas kebodohan kaki ini
melangkah entah ke mana. Saya menyesali perbuatan saya dalam mengambil
tindakan. Seandainya saya menuruti suara-suara yang sedang berdebat 2 menit
lalu. Toh, kalaupun saya mati sekarang, tak akan ada bedanya jika saya mati 50
tahun lagi. Semua orang akan mati. Mengapa saya takut menghadapi kematian? Ah,
mengapa tiba-tiba saya bisa lupa. Tentu saja saya takut menghadapi kematian.
Karena tugas saya di dunia ini belum selesai. Tuhan sudah berbaik hati
memberikan saya nikmat detik per detik menjelang ajal. Namun tak ada lagi yang
bisa saya perbaiki sekarang ini. Kaki saja tak mau berkompromi dengan saya.
Kaki saja tak mau memaafkan saya..
Tak terasa, kaki ini semakin lambat lajunya. Saya berpikir,
mungkin ini sudah saatnya malaikat menjemput. Memang, masih tersisa waktu 2,5
menit lagi. Siapa yang tahu jika malaikat datang dengan permisi terlebih dahulu,
bahkan memperkenalkan dirinya hingga tersisa waktu 2 detik baru kemudian
mencabut nyawaku.
Tapi dugaan saya salah. Bukannya melihat sosok malaikat,
melainkan saya menangkap siluet istri saya berdiri di ujung sana, dengan
senyumnya yang terkembang. Entah berapa jarak kami saat itu. Apapun keadaannya,
saya sudah siap merentangkan tangan saya untuk segera memeluknya.
*
Teringat
akan semua itu.. Saya jadi berpikir bahwa kehidupan saya sekarang patut saya
syukuri.. Jika kita bicara tentang mensyukuri hidup, saya pernah dengar ada
yang berbicara seperti ini di televisi, "Orang yang tidak punya sepeda
motor ingin punya mobil.. Sementara yang punya sepeda ingin punya sepeda
motor.. Yang jalan kaki ingin punya sepeda.. dan di tempat lain, yang tidak
punya kaki ingin berjalan..".. Jika kita turuti, kemauan manusia tidak ada
batasnya.. Mulai dari ingin mengelilingi dunia, menyelam ke dasar laut, terbang
di angkasa, sampai menginjakkan kaki di bulan.. Mungkin seterusnya manusia
ingin menjelajahin alam semesta ini..
Saya
percaya bahwa kemungkinan itu memang tak terbatas, namun ada hal yang perlu
kita pertahankan daripada kita buang dan menggantinya dengan sesuatu yang
baru.. Hal-hal yang membuat kita terinspirasi akan hal yang lebih baik.. dan
kadang yang baru tidak selalu lebih baik.. Beberapa misteri sebaiknya tetap
menjadi misteri untuk mempertahankan sesuatu dalam diri kita yang disebut
dengan "keingintahuan".. Karena jika kita mengetahui semua hal, maka
tidak ada lagi misteri.. Tidak ada lagi hal yang membuat kita ingin terus
belajar..
Yang
ingin saya katakan adalah, saya tahu ada jalan dan ada cara untuk membuat hidup
saya lebih baik.. Mobil yang lebih baik, rumah yang lebih baik, pekerjaan yang
lebih baik.. bahkan.. jodoh yang lebih baik.. Tapi.. biarlah semua itu menjadi
misteri kehidupan dan mengalir apa adanya mengikuti arus waktu.. Saya tidak
ingin tahu apa yang akan terjadi dengan kehidupan saya jika saya lebih memilih
wanita lain untuk menjadi istri saya.. Saya lebih memilih berpegang erat pada
suatu keyakinan, yaitu tumbuh tua bersamanya, sampai usia lanjut, dan mati
bersama sembari bergenggaman tangan dengan erat.. Hal itulah yang saya impikan
dan menjadi motivasi hidup saya sekarang..
**
Bekasi
- Tangerang, 2 Agustus 2012, 2:49 AM
N.B.:
Cerpen di atas merupakan kolaborasi gue dengan seorang teman,
shadow_ken. Dikerjakan pada sebuah malam tanpa rencana sebelumnya. Ide
cerita berawal dari
shadow_ken (paragraf-paragraf berwarna hitam) dan
dilanjutkan oleh gue (paragraf-paragraf berwarna cokelat tua). Oh, satu lagi.
Ilustrasi di atas merupakan karya
shadow_ken, yang sejatinya merupakan
seorang Mangaka. Bagi yang mau order
gambar, boleh lho pesan ke dia.. Nih
Rief, gue bantuin promosi :p Kalau di antara Anda ada yang mau order hatinya juga boleh, karena yang
gue dengar-dengar sih dia sedang sibuk mencari jodoh. Langsung hubungi orangnya
aja ya… *kabur