09.05 -
celoteh
2 comments
Cabai dan Dokter
Oh
bukan, bokap gue bukan dokter. Bokap gue itu tabib. Tabib yang berguru di
sebuah gua dan bertapa di sana selama ratusan tahun sehingga mengetahui berbagai
macam resep obat. Kriiik.
Jelas
bukan. Tapi yang jelas bokap gue itu memang lumayan mengetahui hal-hal yang
berhubungan dengan dunia kedokteran meski beliau tidak mengenyam pendidikan di
bidang medis. Beliau memang sangat berwawasan luas dan sayangnya hal itu hanya
menurun kepada kakak gue, bukan gue T.T
Kembali
lagi ke topik awal, jadi ceritanya setelah sekian lama gue tidak berobat ke
dokter, saat gue berkuliah di Malang itulah gue menginjakkan kaki di sebuah
tempat praktik dokter kembali. Kalau nggak salah sih saat itu gue kuliah
semester dua atau tiga. Sakit ini bermulai saat gue kerja kelompok di kosan gue
hingga larut malam sehingga gue terlambat makan malam. Makanan pertama yang
masuk malam itu pun adalah lalapan ayam dengan sambal yang sangat pedas. Buat yang ngekos di daerah Kerto di
sekitar UB, pasti tahu kan lalapan bu Dewi? Enak yaaa :9 Keesokan harinya
adalah hari di mana gue terserang penyakit yang belum pernah gue alami selama
hidup di dunia.
Sebelum
memutuskan untuk memeriksakan penyakit ke dokter, gue merasakan sakit di bagian
pencernaan yang luar biasa. Efeknya hingga (maaf) muntah-muntah dan feses yang
gue keluarkan sangat cair. Gue tidak pernah mengalami penyakit seperti itu
sebelumnya. Maka gue disarankan oleh keluarga (yang saat itu hanya
berkomunikasi melalui telepon genggam) dan teman kos untuk diperiksakan saja
penyakit gue itu ke dokter, meski kami semua sudah berindikasi bahwa sepertinya
gue terserang penyakit maag.
Di
suatu sore hari, gue ditemani oleh Fitri, teman samping kamar gue untuk pergi
ke dokter Farid (eh bener nggak ya namanya) yang tempat praktiknya berada di
depan UIN (lokasi yang paling dekat dengan kosan gue). Karena nggak pernah ke
dokter, gue agak-agak norak gitu deh. Pas disuruh naik ke atas tempat tidur dan
berbaring untuk diperiksa saja gue setengah berteriak, “APA DOK?” *ini serius,
kalau nggak percaya, tanya sama Fitri yang ikut menemani gue masuk ke dalam*
Dokternya saja sampai kaget, ngirain gue berpikiran negatif sama dia :D
Setelah
diperiksa, sesuai perkiraan, gue benar-benar menderita sakit maag dan mendapatkan banyak larangan, di
antaranya yang masih gue ingat hingga saat ini adalah:
1. Tidak
boleh makan pedas dan asin
2. Tidak
boleh makan mi instan
3. Boleh
minum teh tapi harus manis
Mari
kita bahas satu persatu, mulai dari poin ke-3 yaitu minum teh manis. Selama ini
kalau gue sakit (batuk misalnya), nyokap gue sering bikini teh pahit untuk gue
minum, namun ternyata untuk kasus sakit maag,
gue nggak boleh minum teh pahit yang rasanya sepet itu, minuman dengan rasa
manis malah lebih dianjurkan. Poin ke-2, gue sempat tersinggung dalam hati, “Tahu aja sih Dok kalau saya anak kos.. tapi
saya jarang makan mi instan, saya nggak murahan.” (Apa hubungannya mi
instan sama murahan? -.-“). Dan poin yang ke-1.. jeng jeng jeng jeng.. DILARANG
MAKAN PEDAS DAN ASIN! Oke, hal ini semakin menyimpulkan bahwa penyebab penyakit
gue yang paling utama adalah gara-gara gue telat makan plus makan sambal. Gue
masih terima kalau gue nggak boleh makan pedas, tapi masalahnya adalah.. gue
nggak terbiasa makan tanpa asam-garam kehidupan *halah* gue ini kan pencinta
asin, mana mungkin gue melepaskan diri dari makanan asin.. Maka selama beberapa
hari itu gue seringnya beli bubur kacang hijau dan bubur ayam tanpa kacang
tanpa kecap tanpa kuah. Benar-benar hanya bubur + ayam.
Alhamdulillah
selama ngekos di Malang, gue tidak pernah terserang penyakit maag yang akut seperti saat itu lagi..
pernah sekali saja tapi tidak separah yang pertama kal. Hal ini dikarenakan
jika gue merasa pencernaan mulai tidak beres, obat maag selalu menjadi pertolongan pertama pada ke-maag-an.
Kini
setelah bertahun-tahun lamanya, gue terserang penyakit maag kembali. Gara-garanya memang karena dalam beberapa hari ini telat
makan, ditambah aktivitas gue yang sering berada di luar rumah. Kalau sudah
begitu, biasanya gue jadi sangat malas makan. Tapi beda ya dengan penyakit
malas makan gue yang pernah gue bahas di sini. Jadi gimana gue nggak maag kalau telat makan + malas makan.
Sekarang sudah sekitar tiga hari berlalu tapi sakit gue ini belum kunjung
sembuh. Herannya, nafsu makan gue jadi berlipat ganda ketika gue melihat
makanan yang asin dan terutama yang pedas-pedas. Padahal pas gue sehat, gue cenderung menghindari makanan
pedas. Mengapa bisa begini sik? Menyebalkan sekalih. Eh tapi jangan
bilang-bilang orang tua gue ya kalau gue sering nyolong makan sambal, soalnya
kemarin gue dimarahin bokap gue pas makan bebek bakar sama sambal -.-“ Gimana mau cepat sembuh Cit kalau yang
dimakan justru yang menjadi penyebab penyakit!
Entah
mengapa cabai di sini tampak fotogenik sekali
Tapi
sungguh deh badan gue lemes banget ini. Ditambah pusing yang tak juga reda.
Apakah
ini pertanda bahwa gue harus ke dokter lagi?
Aaaa gue maunya dilamar dokter aja,
pasti langsung sembuh *kedipkedipkedipkedipkedipkedip*
Gambar
diambil dari sini.