Pendapat Tentang Lastri
Film berjudul “Lastri”.
Ada yang menarik disini. Terus terang aja baru kemarin gw mendengar berita ini di tv. Dan hari ini gw semakin tahu tentang apa yang sebenarnya dipermasalahkan.
Olala. Ormas Islam lagi toh.
Film garapan Eros Djarot ini merupakan adaptasi dari buku yang dikarang oleh Ita F. Nadia yang berjudul Suara Perempuan Tragedi ‘65. Jelas bahwa latar belakang yang diambil adalah situasi pada tahun 1965/ 1966 yaitu pemberontakan PKI.
Lastri merupakan seorang tokoh GERWANI (Organisasi wanita zaman PKI), yang mana menjadi korban perkosaan pascaperistiwa 30 September 1965. Dan Eros Djarot menuturkan bahwa yang diangkat dari film ini bukan tentang komunisme, tetapi justru ke dalam percintaan dan nilai kemanusiaan universal-nya. Dan tidak ada niatan sama sekali untuk menggelorakan semangat Orde Baru. Bahkan, dengan jelas beliau menyatakan bahwa dirinya adalah seorang penentang keras komunisme.
Syuting yang berlokasi di Solo, menjadi awal permasalahan. Ormas Islam Solo dan kepolisian setempat mempermasalahkan film ini karena dianggap film ini memiliki nilai historis dan akan membuka luka lama anggota keluarga korban PKI.
Ironisnya, seniman Solo justru menuntut pihak kepolisian yang dianggap membatasi karya seni di Indonesia.
Namun, semangat Eros Djarot tampaknya tidak akan surut dari berbagai kecaman tersebut. Karena beliau tetap melakukan syuting yang untuk saat ini masih dirahasiakan lokasinya.
Film ini sendiri diperankan oleh Marcella Zalianti (sekaligus bertindak sebagai produser), Dwi Sasono, Slamet Rahardjo, Tio Pakusadewo, Iga Mawarni, Artika Sari Devi, dan Lukman Sardi. Huh, pemain hebat yang digarap oleh sutradara hebat.
Kalo menurut gw pribadi sih. Gw menjadi pihak pro untuk Eros Djarot dan kontra terhadap ormas Islam (ya iyalah). Gw memang seorang muslim, dan bukan sebatas muslim KTP. Tapi gw memposisikan diri gw sebagai seorang manusia yang berpikiran objektif.
Kenapa sih, orang-orang terlalu bersikap negative thinking?? Atau bahasa kasarnya, pada sotoy-sotoy banget sih??
Gini ya, film ini kan belum jadi. Belum ada publik yang menonton dan mengetahui keseluruhan jalan ceritanya secara pasti. Tapi kenapa ormas-ormas tersebut dengan yakinnya langsung menggugat film tersebut?? SOK TAHU! Hhhhhhhh…. (ambil nafas panjang deh gw).
Apa salahnya sih, ngambil setting tahun 1965? Kita semua sering mendengar gembar-gembor dari para petinggi dan penguasa bahwa negara kita ini adalah negara demokrasi. Tapi kenyataannya apa? Lebih tepatnya adalah negara democrazy (seperti nama salah satu acara televisi).
Masak hal seperti itu saja dilarang?? Kapan kita akan maju kalau otak kita terus dirasuki oleh prasangka-prasangka buruk??
Semangat buat Eros Djarot. Karyamu akan selalu kami tunggu.