Selasa, 06 Oktober 2009

Hari Batik

Tanggal 2 Oktober kini resmi menjadi Hari Batik se-Indonesia.

Sehari sebelum tanggal 2 Okober, banyak tweet di twitter.com yang mengingatkan bahkan mengajak followers-nya untuk memakai batik untuk keesokan harinya. Salah satunya yaitu teman gw, Karina, bertanya di twitter seperti ini: “Besok ke kampus pakai batik gak?” Gw membalas tweet teman gw itu dengan jawaban: “Gak, besok aku kuliah di D3, siapa juga yang mau ngelihat? Hehe”.

Keesokan paginya, Mela, teman gw, mengirimkan sebuah pesan melalui SMS ke nomor gw. Isinya seperti ini: “Kamu ke kampus pakai batik gak?” Dan gw pun menjawab: “Gak, Hehe”.

Seperti biasa di hari Jumat gw selalu pergi ke kampus dengan Ranny dan Ica. Kebetulan saat itu gw sampai terlebih dahulu di tempat dimana kami biasa bertemu. Di sanalah gw melihat banyak mahasiwa/ mahasiswi yang berlalu lalang dengan memakai baju batik. Dan gw? Gw hanya memakai kemeja hitam dan rok hitam biasa saja. Tidak lama kemudian muncullah Ica dari arah depan dan Ranny dari arah samping kanan. Baju yang dikenakan Ica sama seperti hari-hari biasanya, dengan kaos berkerah dan celana jeans. Rupanya Ranny saat itu menjadi satu-satunya orang diantara kami bertiga yang memakai batik. Ternyata dengan polosnya Ica tidak mengetahui bahwa hari itu adalah hari dimana UNESCO menetapkan Batik sebagai motif sandang kebudayaan asli dari Indonesia. Ica rupanya menyesal karena tidak mengetahui informasi tersebut. Menurut gw nih ya, kalau dia tahu, sepertinya dia akan memakai batik juga.

Sesampainya di kelas, teman-teman gw pun banyak yang memakai batik, sekitar 40% teman-teman gw memakai batik termasuk dosen gw. Kalau dosen gw ini sih gw perhatikan hampir setiap hari memakai batik. Hingga akhirnya Mela masuk ke kelas dan duduk di bangku paling belakang. Ternyata dia nggak pakai batik! Waduh, gw sempat berpikiran jangan-jangan dia cuma survei ke gw dan karena gw jawabnya nggak pakai batik, makanya dia mengurungkan niat untuk tidak memakai batik. Tapi gw juga nggak sempat nanya, kenapa dia nggak pakai batik.

Ternyata kemeriahan hari batik tidak gw rasakan di lingkungan kampus saja. Karena ketika sore harinya gw keluar, gw melihat banyak anak sekolah yang menggunakan batik (mungkin disuruh oleh sekolahannya).

Kalau gw, jujur saja tidak begitu antusias menanggapi Hari Batik tersebut. Mungkin lw menganggap gw orang yang skeptis, kaku, ataulah apa. Sebenarnya gw juga sering memakai rok batik ketika ke kampus, maka menurut gw tidak usah ada hari batik pun gw juga akan memakai batik. Apalagi setiap hari di kosan gw memakai sandal rumah bermotif batik.

Mari kita lihat Hari Valentine. Ada yang merayakannya dan ada yang tidak merayakannya. Bagi orang-orang yang tidak merayakannya, mereka berargumentasi seperti ini, ”Hari kasih sayang itu bisa dirayakan setiap hari, jadi tidak perlu ada Hari Valentine”. Maka kesimpulannya, kalau esensi Hari Valentine saja bisa dirayakan setiap hari, mengapa Hari Batik tidak? Ya kan?

Diadakannya Hari Batik menurut gw adalah baik, akan tetapi jika orang-orang yang ”merayakannya” tidak mengetahui makna Hari Batik, menurut gw sama saja. Maka, lebih baik lagi jika diluar Hari Batik kita juga turut memeriahkan hari-hari kita dengan memakai batik. Dan jangan sampai kita terlena dengan Hari Batik serta telah diresmikannya motif batik oleh UNESCO sehingga budaya asli Indonesia yang lainnya ”kecolongan” lagi. Alangkah lebih indahnya jika kita mau melestarikan kebudayaan lainnya, jadi bukan batik saja. Kalau tanggal 2 Oktober bisa menjadi Hari Batik, mungkin juga kan, nanti akan menyusul tanggal 3 Januari menjadi Hari Lurik atau 19 Februari menjadi Hari Songket?

Intinya sih, kita harus menghargai dan melestarikan kebudayaan asli negeri kita ini kapan pun dan dimana pun. Jangan sampai hangat-hangat tahi ayam ya, teman-teman.