Jumat, 11 Desember 2009

Hujan





Dahulu aku suka sekali hujan.
Baik tetesan air hujan maupun aroma tanah yang terbasahkan oleh hujan.
Keduanya aku suka.

Aku suka jika hujan datang.
Aku melihatnya dari balik jendela besar di kamar orang tuaku.
Ku nikmati iramanya, keindahan aliran airnya, dan suasana yang meredamkan segala emosiku di kala itu.
Namun kini aku seakan tak mau berteman lagi dengan hujan.
Hujan menjadi musuh bagiku.
Aku pernah bilang kepadanya. ”Aku suka sekali melihat hujan.”
Dengan mata yang berbinar ia menanggapi perkataanku itu, ”Aku juga suka sekali melihat hujan!”
Dari situ aku merasa, dia memang mirip aku.
Aku suka hujan, dia pun suka hujan.
Tak ada yang salah dengan yang sama-sama kami gemari.
Lalu hari itu datang.
Di saat aku benar-benar sudah tak menginginkan dirinya.
Ternyata Tuhan mempunyai skenario yang berbeda, yang terpaksa membuat alur kisah hidupku sedikit bergelombang.
Kamu tahu?
Ia turunkan hujan untukku. Dan untuknya.
”Ayo, kita lihat hujan di situ!” ajaknya.
Aku tak memalingkan muka sedikit pun kepadanya.
Aku hanya menjawab lirih, ”Aku tidak mau.”
Aku tidak tahu apa yang dirasakannya.
Begitu pula dengan apa yang ada dipikiranku saat itu.
Aku tidak tahu.
Hingga akhirnya semua rentetan cerita terhapus begitu saja.
Oh, bukan. Bukan itu yang membuatku membenci hujan.
Hujan kecil yang biasa aku lewati begitu saja kini terasa bagai pedang yang menghadang tubuhku.
Suara hujan yang dulu aku dengarkan sebagai alunan musik merdu kini menjadi bunyi yang paling gaduh yang mengganggu telingaku.
Air yang membasahi jalanan yang dulu aku tersenyum jika melangkahinya kini bagaikan ranjau darat jika terinjak.
Ah. Apakah ini?Salah siapa jika aku tak bisa bersahabat lagi dengan hujan?
Pantaskah aku mengadu pada Tuhan, Sang Penciptanya?
Aku takut jikalau Ia murka.
Maafkan aku hujan, maafkan aku Tuhan. Aku tak suka lagi dengan hujan.

Oleh:

Ketika Aku Dikhianati

Sudah, pergi saja

Aku tak akan memintamu kembali

Akan tetapi

Jika kau minta untuk kembali

Bisa saja aku mengizinkan

Tapi ingat, aku pendendam


Kau boleh saja khianati

Aku bersama peri yang lain

Toh tetap akan bahagia

Menjalani hidup

Meskipun tidak bersamamu


Maaf jika aku ketus

Aku memang begini

Jika kamu belum tahu

Kau memang pantas untuk pergi

Karena kau tak mengenal aku


Mau berkata selamat tinggal

Atau tidak sekali pun

Itu terserah kamu

Aku tak peduli

Aku punya jalan hidupku sendiri

Dan begitu pula kamu

Aku tak mau ambil pusing

Sudah jalani saja hidup masing-masing


Aku tidak akan sedih

Berurai air mata pun tidak

Sedikit kesal aku akui iya

Tapi terlalu banyak kekesalan yang telah aku rasakan

Menutupi kesalahanmu barusan

Jadi, tinggalkanlah saja aku

Aku tidak akan merasa terkhianati olehmu!



Oleh: D. Nariswari

7 Desember 2009

Am I Too Tall?

Gw lagi iseng-iseng liat-liat foto gw bareng keluarga inti gw. Terus gw amati deh, tinggi badan antara gw, kakak, papa, sama ibu gw. Pastinya ya, yang paling tinggi nomor satu itu kakak gw. Kemudian disusul sama papa yang nggak jauh beda sama gw (tapi tetap aja tinggian papa). Yang paling “rendah” ya ibu gw. Hehe.


Ini foto di Rumah YangTi di Surabaya. Lebaran 2009.


Emang sih, kalau menurut apa yang gw inget dari kata-kata guru SD gw, namanya Bu Rina (Hai, teman-teman SD Tunas Jakasampurna Galaxi, masih ingat ibu guru super kita yang satu ini kan?), kalau anak perempuan rata-rata memiliki tinggi diantara ayah dan ibunya. Kalau anak laki-laki baru diatas tinggi ayahnya.
Gw, sering menjadi perempuan yang tertinggi di kelas (sekolah maupun kuliah). Banyak yang bertanya bagaimana cara gw bisa tinggi. Padahal kalau mau jujur nih ya, gw baru berasa tinggi itu waktu SMP. Malah waktu SD gw terhitung setara lah sama teman-teman gw dan bukan menjadi anak yang tertinggi di kelas. Lantas apa yang bisa membuat gw tinggi seperti ini?
Gw kasih tahu nih rahasianya. Sewaktu bulan puasa di kelas 1 SMP, gw setiap sahur minum Energen. Kemudian pas lebarannya, pada saat itu gw berlebaran di Bogor, di rumah tante gw. Di sanalah hampir setiap hari (pagi dan sore) gw berenang, soalnya gratis, hehehe. Langsung aja tuh tulang gw memanjang ke atas. Eh tapi jangan langsung percaya dengan analisis gw diatas. Karena ada faktor X-nya. Mungkin pada saat itu memang waktunya gw sedang pertumbuhan yang benar-benar ”tumbuh” dan yang paling penting, sebetulnya tinggi badan gw ini bawaan dari genetik, guys. Hihihi. Karena dari pihak papa gw, memang tulang-tulangnya cukup ”raksasa” begitu pula dari pihak ibu gw. Meskipun ibu gw yang paling tidak tinggi diantara saudara-saudara kandungnya, tapi kakak dan adik ibu gw punya postur tubuh yang tinggi-tinggi. Jadi, memang sudah bawaan orok makanya gw punya tinggi tubuh yang seperti ini.
FYI, tinggi gw hanya 169 cm kok, teman. Sampai sekarang gw masih suka pengen nambah paling tidak 1 cm lagi aja. Nanggung aja gitu, tinggi kok 169 cm, mau digenapin jadi 170 cm tapi gw nggak tahu gw masih bisa tumbuh atau tidak. Soalnya gw suka ”iri” kalau melihat atau bertemu perempuan yang tinggi badannya di atas gw. Rasanya pengen narik tulang-tulang gw ke atas lagi.
Oh iya, gw juga suka sebal kalau gw jalan sama teman-teman gw yang tingginya di bawah gw tapi mereka kurang percaya diri kalau jalan sama gw. Kalau udah seperti itu gw jadinya salah tingkah dan sedikit ”memendekkan” tubuh gw alias badan gw bungkukkan. Makanya banyak orang yang bilang gw kalau jalan suka bungkuk. Ya karena faktor tersebut, jadi agak kebawa kalau gw jalan agak bungkuk. Tapi kalau gw ingat, pasti gak gw bungkukkin kok, gw gak mau deh jadi si bongkok. Makanya tolong ya teman, jangan menyiksa gw seperti itu.
Barusan saja terbersit di otak gw, perempuan terlalu tinggi itu menyeramkan nggak sih? Yang pasti dapat julukan ”tiang listrik”, ”jangkung”, dan lain-lain itu sih sudah biasa. Tapi kalau gw pribadi sih gw senang mempunyai tinggi badan seperti ini, karena ada manfaatnya juga loh. Gw sering dimintain bantuan sama teman-teman gw untuk menjangkau sesuatu yang letaknya tinggi bahkan sampai menggantikan lampu kamar teman. Kemudian, kalau lagi nonton sesuatu di tempat keramaian, nggak usah berdiri di paling depan juga sudah kelihatan. Dan bermanfaat juga terhadap saluran penafasan gw. Kalau lihat konser yang berdesak-desakan, gw bisa jinjit sedikit dan bisa mendapatkan bantuan sedikit-sedikit oksigen. Hehe.
Jadi, gw nggak akan menyesal telah dianugerahi tinggi badan seperti yang gw punya saat ini. Lagipula, model-model catwalk juga tinggi, bukan?

Selamat Tinggal

Mungkinkah benar aku harus mengucapkan selamat tinggal

Untuk dirimu yang tak pernah lagi muncul di kehidupanku

Dan aku pun harus begitu saja melupakan

Tanpa harus dirimu berpamitan padaku?


Harus setega itu kah aku untuk menghapusmu dari memoriku

Sedangkan terdapat cerita-cerita lucu yang mungkin bisa kita bangun kembali

Untuk dijadikan sebuah perangkat dalam menjalin tali

Entah yang sesuai harapan entah yang hanya seperti itu saja


Tolong, kembalikan suasana seperti dahulu

Yang sama-sama aku ingin kamu dan kamu ingin aku

Berpadu meraih keinginan yang kuat

Meski aku lihat percuma sebab yang aku utarakan ini hanyalah fana


Kini aku tertawa dan berbalut pedih

Sembari menatap ke jalanan yang tak ada kamu

Aku tak tahu kamu ke mana!

Dan tak ada upaya dari sesama kita agar mencari hingga akhirnya bertemu


Sudah, memang aku ingin sudahi saja buruknya petualangan ini

Aku akan menutup misteri cinta ini

Yang aku rasa tak akan pernah berhenti di sebuah titik

Perjumpaan kita yang semestinya akan menjadi satu selamanya


Maaf, jika bukan sekarang, kapan lagi

Jika kamu tiba-tiba datang kembali

Mungkin saja aku tidak akan menerimamu lagi atau bahkan mengusirmu pergi

Agar aku tidak tersakiti dan bisa segera bangkit berdiri



Oleh: D. Nariswari

28 November 2009

Mending Nggak Usah Aja, Deh!

Gw bingung banget deh sama orang-orang. Mau aja merelakan waktu, tenaga, materi, bahkan pikiran untuk mendapatkan sesuatu namun setelah didapatkan akhirnya dicacimakilah sesuatu itu. Eh, pada bingung ya, gw lagi ngomongin apa?
Begini, akhir-akhir ini gw sering melihat tweet-tweet orang-orang yang gw follow dan banyak yang mengeluh mengenai ini dan itu. Tapi yang paling bikin gw tergerak untuk menulis post gw kali ini adalah mengenai keluhan-keluhan terhadap film 2012 dan juga New Moon. Dan hal ini juga tidak terjadi di dunia per-twitter-an aja loh, teman-teman. Tapi juga di dunia nyata kalau gw bertemu dengan orang-orang di sekeliling gw.
Sebelum film 2012 muncul, mereka udah pada heboh aja gitu mau lihat dan penasaran film 2012 itu seperti apa. Ada yang takut lah, ada yang pengen lihat efek-nya lah, pokoknya macem-macem. Begitu film-nya muncul, percaya gak percaya, di Cinema 21 Malang Town Square langsung dibuka dua studio. Udah gitu gak nanggung-nanggung, harga tiketnya dipukul rata Rp 20.000 dari hari Senin sampai Minggu. Ternyata hal itu tidak menyurutkan semangat orang-oang yang mau nonton film tersebut. Terbukti dari antrian ular naga panjangnya bukan kepalang dalam setiap hari penayangan film itu. Kalau nggak salah di bioskop-bioskop lain begitu juga ya? Ngantri dari siang, dapetnya tiketnya buat yang malam. Tapi, pengorbanan yang dilakukan ternyata tidak setara dengan apa yang didapat. Menurut tweet-tweet yang gw baca dan dari obrolan-obrolan gw terhadap teman-teman, mereka justru kecewa dengan film itu. Alasannya sih beragam, ada yang bilang ceritanya aneh, ada yang bilang mengecewakan, yah macem-macem lah.
Lalu, film New Moon. Emang sih, saat gw menulis post ini, film tersebut belum diputer di Malang. Jadinya gw tahu perkembangannya melalui twitter aja. Tweet artis-artis kita banyak yang mengatakan kalau filmnya ngebosenin. Dari beberapa tweet temen-temen gw, dapat disimpulkan bahwa banyak kritikan terhadap film tersebut.
Kira-kira begitulah sekilas laporan pandangan mata dan telinga untuk kedua film tersebut.
Kalau gw sih, untuk film 2012 jujur aja gw gak tertarik buat nonton. Kenapa? Soalnya gw emang kurang suka film-film yang bergenre seperti itu kemudian gw juga sebodo-amatlah sama isu-isu 2012. Jadi nggak ada alasan kuat yang mengharuskan gw untuk menonton film itu. Lagian juga ngantri tiketnya panjang, males banget deh gw. Masih banyak hal-hal bermanfaat yang bisa gw lakukan ketimbang mengantri sampai mati gaya dan bikin kaki gw pegel-pegel. Kalau pun ada yang merekomendasikan gw untuk nonton, lebih baik gw beli DVD bajakannya aja atau meng-copy filmnya dari temen-temen gw.
Jadi intinya begini. Kenapa sih, orang-orang masih aja ribet mengeluh padahal yang dikeluhkan itu adalah sesuatu yang ia perjuangkan sendiri. Iya kan? Contohnya dari film 2012 itu tadi, udah capek-capek ngantri, begitu udah nonton film-nya katanya jelek. Ya sudahlah, lagian lw kan juga bisa memprediksi sebelumnya, film yang mau lw tonton itu bagus atau nggak, jadinya lw bisa memutuskan sendiri, lw harus nonton film-nya atau nggak. Terus, kalau ternyata lw emang udah terlanjur bilang jelek, buang jauh-jauh deh, lw ambil sisi positif dari film tersebut, nggak usah mengeluh terlalu banyak. Gw yakin semakin lw bilang ”jelek”, lw akan bener-bener ngerasa film itu memang sangat jelek.
Semoga peringai tersebut hanya dalam urusan film aja ya. Jadi menurut gw, hargai apa yang telah lw raih, teman. Apa yang telah lw usahakan dan telah lw petik, jangan sampai deh lw injak-injak sendiri. Semua kan pasti ada hikmahnya. Kalau memang gak baik untuk lw lakukan, mending nggak usah aja, deh!

Belanja Murah Meriah


Beberapa waktu yang lalu, gw bersama adik kos gw ke Matahari Pasar Besar Malang. Di sana gw melihat ada diskon untuk T-shirt sebesar 50 %. Harga di bandroll setiap T-shirt ada yang Rp 19.900 dan ada juga yang Rp 29.900. Karena gw pencinta T-shirt, langsung aja gw pilah-pilih motif dan jenis bahan yang gw suka. Jujur aja gw udah lama banget gak beli di T-shirt di Matahari karena gw lebih sering berburu T-shirt yang bermotif merek makanan atau minuman sedangkan yang begituan di Matahari kan gak ada. Namun karena saat itu gw lihat ada diskon yang cukup menggiurkan, jadilah gw beli dua buah T-shirt, yang satu harganya jadi Rp 9.950 dan yang satu lagi jadi Rp 14.950.
Sampai di kosan, adik kos gw ngajakin gw lagi ke Matahari Pasar Besar dalam waktu dekat. Tapi gw menolak, gw takut over budget karena saat itu masih terhitung awal bulan. Dan setelah itu gw membahas sebuah topik yang gw jadikan sedikit ilmu dalam belanja dan gw bagikan kepada adik kos gw. Tentunya saat ini gw bagikan ilmu ini juga kepada lw semua yang lagi baca blog gw. Maaf jika terkesan sok tahu, tapi ini kenyataan berdasarkan pengalaman-pengalaman gw dan nyokap gw sendiri dalam berbelanja. Kalau ada yang gak setuju atau mau berbagi, silahkan post comment aja ya!
Jadi begini, pernah mendengar istilah target pasar? Di dalam ilmu manajemen pemasaran, ada yang disebut dengan STP (Segmentation, Targetting, Positioning). Target pasar menjadi salah satu elemen dalam STP tersebut. Suahlah, jangan kita bahas terlalu jauh mengenai STP. Menurut gw, Matahari Department Store cenderung membedakan harga produknya sesuai dengan lokasi yang berorientasi pada kemampuan ekonomi masyarakatnya. Di sini gw mengambil contoh Matahari Department Store, bukan department store yang lain, karena gw kurang memahami kondisi yang lainnya.
Kita lihat pada kasus diskon. Saat gw masih bersekolah dulu, gw pernah mengamati bahwa Matahari Department Store Grand Mall Bekasi lebih sering memberikan diskon daripada Matahari Department Store Metropolitan Mall Bekasi. Mungkin Matahari Department Store Metropolitan Mall Bekasi saat itu juga sering memberikan diskon tapi ada perbedaannya yaitu harga yang tercetak di bandroll produk di Matahari Department Store Metropolitan Mall Bekasi lebih mahal ketimbang Matahari Department Store Grand Mall Bekasi. Selain itu produk yang dijual pun tingkatannya juga berbeda, (sepertinya) kalau yang di Matahari Department Store Grand Mall Bekasi itu produknya sudah lebih lawas daripada produk-produk yang ditawarkan di Matahari Department Store Metropolitan Mall Bekasi.
Dimana kita mengetahui bahwa pamor Grand Mall kalah dengan Metropolitan Mall Bekasi. Hal ini disebabkan oleh beberapa hal seperti Metropolitan Mall berdiri lebih dahulu ketimbang Grand Mall sehingga orang lebih mengenal Metropolitan Mall, kemudian dari segi lokasi, Metropolitan Mall terdapat di kawasan ”segitiga emas”-nya Bekasi (kawasan pertumbuhan ekonomi yang tinggi karena diapit oleh tempat-tempat perbelanjaan yang lain), dan sebagainya. Sedangkan untuk Grand Mall, dari segi isi mall atau toko-toko yang terdapat di sana seperti layaknya trade center atau kalau gw boleh jahat, gw lebih suka menyebutnya sebagai pasar, bukan seperti layaknya mall.
Hal ini yang gw temukan pula di Malang. Matahari Department Store Pasar Besar Malang dengan Matahari Department Store Malang Town Square menerapkan strategi yang sama seperti yang gw temukan di Bekasi, yaitu menyesuaikan dengan tingkat perekonomian dari konsumen yang berdatangan.
Dengan asumsi yang sama dengan kasus di Bekasi, kita melihat pamor Pasar Besar dengan Malang Town Square dan juga dari sisi pengunjung yang berdatangan. Pasar Besar jelas-jelas merupakan sebuah pasar yang di dalamnya terdapat Matahari Department Store sedangkan Malang Town Square adalah sebuah mall yang menjadi salah satu pusat perbelanjaan bergengsi kebanggaan orang Malang.
Setelah sekitar dua minggu berlalu dari cerita gw di awal (yang gw membeli T-shirt di Matahari Pasar Besar), adik kos gw itu bercerita kalau Matahari Department Store Malang Town Square mengadakan diskon untuk T-shirt sebesar 50 % + 20 %, jadi totalnya 70 %. Gw saat itu sedikit diledek sama adik kos gw karena gw dianggap memberikan teori yang salah mengenai strategi penetapan pangsa pasar yang gw jelaskan tadi. Tapi gw sedikit bersikap curiga, jangan-jangan yang T-shirt yang dijual di Matahari Department Store Malang Town Square itu motif atau kualitasnya lebih buruk dari T-shirt yang dijual di Matahari Department Store Pasar Besar. Lalu adik kos gw mengatakan bahwa yang dijual itu sama.
Lalu, hari ini tadi gw iseng aja ke Malang Town Square sekalian ambil uang di ATM dan ke Matahari-nya. Gw gak berniat untuk membeli T-shirt, tapi pikiran gw saat itu kalau ada yang bagus, ya gw beli. Ternyata benar, terpampang tulisan diskon 50 % + 20 %. Gw langsung mengangkat-angkat T-shirt yang terletak di bak diskon untuk melihat motifnya. Tapi gak ada satu pun motif yang sesuai dengan selera gw. Gw melihat rata-rata harga di banderol sebesar Rp 29.900 dan Rp 39.900. Sangat sedikit jumlah T-shirt yang harganya Rp 19.900. Padahal di Matahari Department Store Pasar Besar yang saat itu gw kunjungi, harganya rata-rata Rp 19.900 dan Rp 29.900 dan tak ada yang berharga Rp 39.900. Dari situlah gw mencibir dan bergumam dalam hati, benar kan dugaan gw. Meskipun diskon T-shirt lebih besar akan tetapi karena harganya entah sengaja dinaikkan entah harga aslinya seperti itu, tetap saja harga di Matahari Department Store Malang Town Square setelah didiskon jatuhnya lebih murah yang di Matahari Department Store Pasar Besar.
Yah begitulah sedikit pengamatan dan pengalaman dari gw. Kita harus jeli dalam menyikapi diskon, jangan asal terburu nafsu dengan diskon yang gila-gilaan namun ternyata mungkin saja harganya sengaja dinaikkan terlebih dahulu karena ada diskon. Selain itu dilihat dulu kualitas barangnya, ada cacat atau tidak. Daripada membeli kucing dalam karung.
Be smart on shopping ya!