Senin, 28 November 2011

Butuh Sponsor untuk Mengasah Bakat




Beberapa minggu belakangan ini gue lagi “menikmati” tugas-tugas di kampus. Sampai-sampai setiap mau merencanakan suatu kegiatan bagi diri gue sendiri, langsung kandas begitu saja karena harus pandai-pandai menggunakan waktu agar bisa segara menyelesaikan tugas dengan baik. Ya, beginilah nasib mahasiswa.

Hingga suatu hari teman gue menyapa lewat YM. Begini kira-kira:
Teman: “Cit, lo online?”
Gue: “Iya : (“
Teman: “Kok nggak seneng gitu? Lagi ngapain? Ngerjain tugas ya?”
Gue: “Tuh tau.”
Teman: “Kecenderungan lo sih.”
Gue: “...”     *garuk-garuk tembok

Teman gue aja sampai hapal di luar kepala kalau waktu yang gue miliki akhir-akhir ini hampir seluruhnya didedikasikan untuk tugas.

Sempat berpikiran juga, sepertinya gue butuh beberapa tantangan baru. Pengin melakukan hal lain di samping kuliah saja. Meskipun ini sulit, karena sebelumnya gue juga punya beberapa rencana yang ingin gue kerjakan di samping kuliah tetapi hingga kini gue belum bisa merealisasikannya.

Dan kini gue mulai berpikiran untuk melakukan kegiatan baru lagi. Gue memang banyak maunya banget deh. Mungkin gue termasuk ke dalam ciri-ciri manusia yang tidak pernah puas.

Untuk merealisasikan kegiatan baru yang gue inginkan ini, gue membutuhkan sponsor (baca: suntikan dana segar) untuk melakukannya. Jika ada yang berminat, hubungi gue.

Gila lo Cit, kayak pengemis aja deh minta-minta.

Heh! Bukan pengemis sih, gue setara dengan panitia yang minta-minta dana keluar masuk perusahaan.

Hahaha nggak kok, yang tadi cuma bercanda. Tapi kalau tiba-tiba ada yang mau transfer uang ke gue tanpa syarat, boleh kok *eh *tetep usaha : p

Emang mau melakukan apa sih?

Gue pengen belajar tentang sesuatu yang mungkin saja gue memiliki kemampuan di dalamnya. Sebab gue selalu penasaran untuk mempelajari sesuatu yang belum pernah gue ketahui sebelumnya. Urusan bisa-nggak bisa, bakat-nggak bakat, jodoh-nggak jodoh (eh kok jadi ngomongin jodoh), itu urusan belakangan. Yang penting dicoba saja dulu dan nikmati prosesnya. Itu prinsip gue.

Kalau ternyata bisa dan memang berbakat dalam hal tersebut, itu merupakan sebuah bonus yang harus dilirik sebagai peluang. Kemudian, apakah potensinya mau terus digali atau hanya cukup sebagai pengetahuan saja, itu terserah Anda. Lantas jika ternyata nggak bisa atau nggak berbakat bagaimana? Jika Anda memang menyukainya atau Anda tetap penasaran dengan ilmu tersebut, kunci utamanya adalah ketekunan dan keyakinan. Karena setiap orang memiliki motivasi sendiri-sendiri dalam mempelajari suatu hal maka semua keputusan ada di tangan Anda. Silakan mencoba : )

Berbicara mengenai bakat, gue jadi ingat sedikit cerita tentang bakat terpendam yang dimiliki seorang teman.
 
Kejadian ini gue nggak usah cerita ya di jenjang apa, pokoknya dia teman sekolah gue, nggak enak kalau tiba-tiba ada teman yang satu sekolah sama gue saat itu baca tulisan ini. Bisa jadi bahan kepo. Hehe.

Suatu hari teman gue bawa buku tulis yang isinya puisi-puisi ciptaannya dia. Puisinya pun masih dua biji kalau nggak salah. Gue sebagai penggemar puisi dengan sumringah baca puisi ciptaannya itu. Gue bilang bagus. Terus dia langsung tersenyum lebar sambil berkata, “Sebenernya gue punya bakat terpendam nulis-nulis gini.”

Dalam hati gue langsung cekikikan. Hell-ooo BAKAT TERPENDAM kata lo? Gue juga suka nulis tapi nggak sombong-sombong banget kayak lo.

Lagi pula menurut gue kalau memang dia punya bakat yang terpendam di dasar lautan kayak gitu, nggak seharusnya dia yang mengakui dirinya sendiri. Kalau orang tuanya atau teman gue yang lain bilang, “Hai X, lo punya bakat terpendam ya nulis beginian.” Gue masih bisa terima. Lah ini, dia sendiri yang ngomong. Berarti bukan bakat yang terpendam dong, tapi bakat yang tertukar (halah).
Dari situlah gue berpikir, karya atau kemampuan Anda akan lebih bernilai jika sudah diakui oleh orang lain, bukan diakui secara subjektif oleh diri sendiri. Contohnya  kayak teman gue itu tadi yang ngaku-ngaku punya bakat terpendam. Bukannya simpati malah jadi “iiiih!”.

Gambar diambil dari sini.