Sabtu, 07 November 2009

Bangkitnya Harapan yang Kandas

Gw kagum sama salah seorang teman yang nggak bisa gw sebutkan namanya disini, karena perbincangan gw dengannya saat itu adalah off the record. Kita sebut saja namanya Miss Pianis.
Sejak umur empat tahun, Miss Pianis telah berkenalan dengan piano, saat itu dia tinggal bersama teman orang tuanya yang berprofesi sebagai manajer band dan akhirnya menjadi guru pianonya. Semakin lama Miss Pianis tumbuh menjadi seorang gadis yang bakat bermusiknya semakin terasah dengan baik. Dia pun sering mengikuti pertunjukkan-pertunjukkan musik dan sempat menjadi anggota band. Hingga dia pernah ditawarkan beasiswa ke Jerman untuk melanjutkan studi piano professional. Namun hal itu tak dapat dikecapnya karena dilarang oleh ayahnya.
Setelah lulus SMA, Miss Pianis sempat ingin melanjutkan studi-nya ke UGM mengambil jurusan Piano, dan berangan-angan sampai studi ke S2. Namun orang tuanya kembali melarangnya, hingga akhirnya karena impiannya terlalu sering dikekang oleh orang tuanya, emosi Miss Pianis tak terbantahkan lagi dan dia pun menyakiti benda kesayangannya yakni dengan cara merusak pianonya sendiri.
Sejak saat itu dia trauma dalam menyentuh piano dan tidak ingin memainkannya kembali. Tapi memang Miss Pianis memiliki dasar bakat bermusik yang tinggi, kini ia membanting stir ke alat musik biola. Hal itu pun ia lakukan secara sembunyi-sembunyi dari orang tuanya. Miss Pianis pun berhasil memiliki sebuah biola dari tabungannya sendiri.
Percakapan tersebut rupanya membuat Miss Pianis sedih dan gw agak-agak merasa canggung karena gw telah mengingatkan memori buruknya lagi. Saat itu Miss Pianis pun berkata dia rindu bermain piano. Gw yang mendengar perkataannya langsung bergumam dalam hati, ironis sekali orang berbakat ini. Gw pun berusaha memberinya semangat untuk bermain piano kembali namun dia mengatakan dia tidak mau lagi, karena dia telah sakit hati terhadap kenangannya itu.
Tetapi orang tuanya pernah berjanji untuk memberikan kesempatan kepadanya dalam bersekolah musik (piano) apabila nantinya Miss Pianis telah lulus berkuliah. Karena menurutnya, apalah gunanya jika dia pandai dalam berbisnis namun apabila klien ingin melihatnya bermain piano, dia tidak mampu mempertunjukkannya. Wow. Kalau gw sih, biasanya malu-malu dan bisa sampai nggak mau kalau harus show off di depan orang banyak. Yang dia katakan itu cenderung ke kebiasaan nyokap gw, yaitu berkata seperti ini, “Orang itu harus punya keahlian lain. Percuma kamu pintar tapi nggak punya keahlian.” Berarti pikiran Miss Pianis dan nyokap gw ini sejalan. Ternyata ada juga orang yang beranggapan seperti itu selain nyokap gw.
Gw pun mencoba membelokkan arah pembicaraan ke alat musik yang saat ini sedang dipelajarinya yaitu biola. Gw pribadi, sebetulnya penasaran dengan alat musik yang satu itu, karena sejujurnya gw punya keinginan untuk belajar memainkan biola klasik. Miss Pianis tertarik untuk belajar biola karena guru pianonya memberikan softcopy musik-musik instrumen biola untuk menenangkan jiwanya saat itu. Akhirnya dia memutuskan untuk berpindah ke alat musik biola.
Miss Pianis sedikit banyak telah memberi inspirasi kepada gw. Meski impiannya telah dikandaskan oleh orang tuanya namun tetap tidak menyurutkan semangat bermusiknya, Miss Pianis justru berpindah ke jalan yang lain yang bisa membuatnya lebih bahagia di dalamnya. Hal yang hampir serupa pernah terjadi dalam hidup gw, dan kini gw berusaha untuk terus mencintai serta menikmati apa yang bisa gw lakukan saat ini: menulis dan bermusik. Semoga gw menjadi profesional di dalamnya. Amin.

0 comments: