Selasa, 29 Januari 2013

Cabai dan Dokter

Pertama kalinya gue datang ke dokter untuk suatu penyakit yang belum gue ketahui penyebab dan nama penyakitnya apa adalah saat gue berkuliah di Malang. Bukan berarti saat itu pertama kalinya gue datang ke dokter juga sih, waktu gue balita kan gue juga sering ke dokter anak. Tapi seingat gue, semenjak SD gue sudah tidak pernah lagi yang namanya pergi ke dokter untuk berobat. Gue sangat sering sakit, terutama batuk dan pilek, tetapi gue tetap tidak pergi ke dokter. Jika gue sakit, biasanya bokap sudah tahu obat apa yang harus gue minum agar gue sembuh.


Oh bukan, bokap gue bukan dokter. Bokap gue itu tabib. Tabib yang berguru di sebuah gua dan bertapa di sana selama ratusan tahun sehingga mengetahui berbagai macam resep obat. Kriiik.

Jelas bukan. Tapi yang jelas bokap gue itu memang lumayan mengetahui hal-hal yang berhubungan dengan dunia kedokteran meski beliau tidak mengenyam pendidikan di bidang medis. Beliau memang sangat berwawasan luas dan sayangnya hal itu hanya menurun kepada kakak gue, bukan gue T.T

Kembali lagi ke topik awal, jadi ceritanya setelah sekian lama gue tidak berobat ke dokter, saat gue berkuliah di Malang itulah gue menginjakkan kaki di sebuah tempat praktik dokter kembali. Kalau nggak salah sih saat itu gue kuliah semester dua atau tiga. Sakit ini bermulai saat gue kerja kelompok di kosan gue hingga larut malam sehingga gue terlambat makan malam. Makanan pertama yang masuk malam itu pun adalah lalapan ayam dengan sambal yang sangat pedas. Buat yang ngekos di daerah Kerto di sekitar UB, pasti tahu kan lalapan bu Dewi? Enak yaaa :9 Keesokan harinya adalah hari di mana gue terserang penyakit yang belum pernah gue alami selama hidup di dunia.

Sebelum memutuskan untuk memeriksakan penyakit ke dokter, gue merasakan sakit di bagian pencernaan yang luar biasa. Efeknya hingga (maaf) muntah-muntah dan feses yang gue keluarkan sangat cair. Gue tidak pernah mengalami penyakit seperti itu sebelumnya. Maka gue disarankan oleh keluarga (yang saat itu hanya berkomunikasi melalui telepon genggam) dan teman kos untuk diperiksakan saja penyakit gue itu ke dokter, meski kami semua sudah berindikasi bahwa sepertinya gue terserang penyakit maag.

Di suatu sore hari, gue ditemani oleh Fitri, teman samping kamar gue untuk pergi ke dokter Farid (eh bener nggak ya namanya) yang tempat praktiknya berada di depan UIN (lokasi yang paling dekat dengan kosan gue). Karena nggak pernah ke dokter, gue agak-agak norak gitu deh. Pas disuruh naik ke atas tempat tidur dan berbaring untuk diperiksa saja gue setengah berteriak, “APA DOK?” *ini serius, kalau nggak percaya, tanya sama Fitri yang ikut menemani gue masuk ke dalam* Dokternya saja sampai kaget, ngirain gue berpikiran negatif sama dia :D

Setelah diperiksa, sesuai perkiraan, gue benar-benar menderita sakit maag dan mendapatkan banyak larangan, di antaranya yang masih gue ingat hingga saat ini adalah:
1.      Tidak boleh makan pedas dan asin
2.      Tidak boleh makan mi instan
3.      Boleh minum teh tapi harus manis

Mari kita bahas satu persatu, mulai dari poin ke-3 yaitu minum teh manis. Selama ini kalau gue sakit (batuk misalnya), nyokap gue sering bikini teh pahit untuk gue minum, namun ternyata untuk kasus sakit maag, gue nggak boleh minum teh pahit yang rasanya sepet itu, minuman dengan rasa manis malah lebih dianjurkan. Poin ke-2, gue sempat tersinggung dalam hati, “Tahu aja sih Dok kalau saya anak kos.. tapi saya jarang makan mi instan, saya nggak murahan.” (Apa hubungannya mi instan sama murahan? -.-“). Dan poin yang ke-1.. jeng jeng jeng jeng.. DILARANG MAKAN PEDAS DAN ASIN! Oke, hal ini semakin menyimpulkan bahwa penyebab penyakit gue yang paling utama adalah gara-gara gue telat makan plus makan sambal. Gue masih terima kalau gue nggak boleh makan pedas, tapi masalahnya adalah.. gue nggak terbiasa makan tanpa asam-garam kehidupan *halah* gue ini kan pencinta asin, mana mungkin gue melepaskan diri dari makanan asin.. Maka selama beberapa hari itu gue seringnya beli bubur kacang hijau dan bubur ayam tanpa kacang tanpa kecap tanpa kuah. Benar-benar hanya bubur + ayam.

Alhamdulillah selama ngekos di Malang, gue tidak pernah terserang penyakit maag yang akut seperti saat itu lagi.. pernah sekali saja tapi tidak separah yang pertama kal. Hal ini dikarenakan jika gue merasa pencernaan mulai tidak beres, obat maag selalu menjadi pertolongan pertama pada ke-maag-an.

Kini setelah bertahun-tahun lamanya, gue terserang penyakit maag kembali. Gara-garanya memang karena dalam beberapa hari ini telat makan, ditambah aktivitas gue yang sering berada di luar rumah. Kalau sudah begitu, biasanya gue jadi sangat malas makan. Tapi beda ya dengan penyakit malas makan gue yang pernah gue bahas di sini. Jadi gimana gue nggak maag kalau telat makan + malas makan. Sekarang sudah sekitar tiga hari berlalu tapi sakit gue ini belum kunjung sembuh. Herannya, nafsu makan gue jadi berlipat ganda ketika gue melihat makanan yang asin dan terutama yang pedas-pedas. Padahal pas gue sehat, gue cenderung menghindari makanan pedas. Mengapa bisa begini sik? Menyebalkan sekalih. Eh tapi jangan bilang-bilang orang tua gue ya kalau gue sering nyolong makan sambal, soalnya kemarin gue dimarahin bokap gue pas makan bebek bakar sama sambal -.-“ Gimana mau cepat sembuh Cit kalau yang dimakan justru yang menjadi penyebab penyakit!

Entah mengapa cabai di sini tampak fotogenik sekali

Tapi sungguh deh badan gue lemes banget ini. Ditambah pusing yang tak juga reda.

Apakah ini pertanda bahwa gue harus ke dokter lagi?

Aaaa gue maunya dilamar dokter aja, pasti langsung sembuh *kedipkedipkedipkedipkedipkedip*

Gambar diambil dari sini.

2 comments:

ih persis kayak penyakit aku. Ga boleh makan yang asem2 juga loh. Mengenai makanan pedes itu yang plg aku sebelin, jadinya aku sekarang cuma bisa makan sambal tomat aja, ga boleh ada sikitpun cabenya. Oh iya mbak, penyakit maag itu jangan dianggap remeh ya, bahaya mbak!

hihihi iya.. kadang kita suka nggak sadar nunda makan,a kibatnya jadi maag. kalau terlanjur maag semua jadi susaaah :D