Rabu, 02 Februari 2011

Jangan Mau Diperbudak Tren


Hari ini gue bahagia banget. Gue punya sebuah alat berteknologi tinggi yang keren punya dan dengan sumringah gue otak-atik fiturnya cukup dengan menyentuh layarnya saja. Berasa keren banget deh gue hari ini, bisa menenteng gadget tersebut ke mana-mana.

Sampai akhirnya, gue terbangun dari tidur. Gue membuka mata dan pikiran gue langsung tertuju pada gadget baru tersebut. Gue berusaha mengingat kapan terakhir kali gue menyimpannya. Satu-dua menit kemudian gue baru sadar, hey ini kan cuma mimpi!

Rasanya nyata banget gue punya gadget itu, gue tenteng-tenteng, gue sentuh-sentuh, dan amblas begitu saja waktu gue terbangun dari tidur! Damn!

Kira-kira tahu nggak, gadget apa yang ada di mimpi gue? Nilai seratus gue berikan kepada Anda yang menjawab iPad! Gue juga heran, kenapa tiba-tiba iPad bisa masuk ke mimpi gue, padahal nggak pernah ada niat memiliki barang tersebut. Mungkin karena gue sering melihat iPad di televisi, jadinya sensor memori gue tak sengaja merekam dan terciptalah di alam mimpi ß penjelasan apa ini, semacam sok tahu XD

Zaman sekarang, kita lihat di mana-mana, orang bawaannya Blackberry. Kalau gue, nggak begitu pengen Blackberry, gue justru lebih tertarik sama iPhone, alasannya karena gue pengen yang beda, orang masih jarang pakai, dan (menurut gue) lebih keren. Tapi, apakah gue akan membeli gadget tersebut? Untuk saat ini dan beberapa tahun ke depan sepertinya tidak. Alasannya karena gue memang tidak mudah tergiur dengan tren. Selama telepon genggam yang gue punya saat ini masih bisa digunakan sesuai fungsi primer-nya (menelepon dan mengirim SMS), lebih baik uang yang gue punya, gue tabung untuk keperluan lain yang lebih penting.

Omong-omong mengenai telepon genggam, gue punya telepon genggam waktu kelas dua SMP yaitu pada awal tahun 2002. Saat itu masih sedikit teman-teman gue yang punya telepon genggam pribadi, masih bisa dihitung pakai jari. Telepon genggam hanya gue gunakan untuk iseng ber-SMS-an dengan teman. Saking tidak begitu bergunanya telepon genggam gue saat itu, nomor telepon genggam gue sampai hangus karena tidak gue gunakan selama kurang lebih satu bulan. Jadi geli gue mengingatnya.

Dari kejadian nomor hangus tersebut, bisa dipetik pelajaran, yaitu janganlah membeli atau memiliki sesuatu yang tidak ada gunanya. Bagaimana tidak, karena telepon genggam bagi anak ingusan macam gue saat itu belum terlalu penting. Kalau melihat anak-anak zaman sekarang, gue jadi prihatin, anak SD saja sudah memiliki telepon genggam berteknologi tinggi. Bukan hanya prihatin pada betapa tidak begitu pentingnya gadget yang dimiliki anak SD tersebut tetapi juga pada orang tua yang tidak bisa mendidik anaknya dengan baik.

Bukan hanya gadget, gue juga bukan orang yang terlalu memuja perkembangan mode. Malah terkadang, gue justru tidak merasa teristimewa kalau gue mengikuti mode yang sedang terkenal pada saat itu. Misalnya begini, beberapa waktu yang lalu sedang tren lengan baju Lady GaGa, semua orang memakai baju yang lengan atasnya mengembang itu kemudian gue juga pakai baju dengan lengan yang sama. Berarti, gue tidak ada bedanya dong dengan orang lain. Gue suka sesuatu yang berbeda. Maka, gue jarang memakai baju dengan tren yang sedang marak-maraknya orang pakai pada saat itu.

Memang, mengikuti tren tidak akan ada habisnya, karena perkembangan ide dan teknologi akan selalu meningkat. Jika kita terbudaki oleh tren, menurut gue hal tersebut membuat kita jadi lelah sendiri, baik dari segi finansial maupun gengsi. Oleh sebab itu, Anda harus bisa lebih bijaksana dalam menentukan, apakah gadget tersebut benar-benar membawa manfaat atau sekadar untuk bergaya saja. Jika untuk sekadar mengikuti tren, lebih baik Anda pikir kembali sehingga dana tersebut bisa Anda alokasikan untuk keperluan lain yang lebih penting dan tentunya bermanfaat. Pandai-pandailah menyikapi tren, karena kita hidup bukan untuk menjadi budak tren.

Gambar gue ambil dari sini.





0 comments: