Rabu, 20 April 2011

Papa: Sahabatku

Aku adalah anak kesayangan papa. Karena kakakku hanya satu, dan dia laki-laki. Aku satu-satunya anak perempuan di rumah. Bukannya ibuku tidak menyayangi aku. Aku mencintai kedua-duanya, papa dan ibu. Tapi aku memiliki kedekatan emosional yang lebih jika bersama papa.

Aku lebih mudah untuk menangis di pundak papa. Dengan lancarnya air meluncur dari mataku saat aku berpelukan dengannya, ketika aku berpamitan untuk mengikuti ujian skripsi.

Papa lebih percaya kepadaku, dibanding anak laki-lakinya, dalam mengunci pagar rumah ketika malam tiba.

Dari segi fisik, aku lebih mirip dengan ibu. Namun ada satu kesamaan yang terdapat pada fisikku dan papa, yaitu tanda lahir di paha. Tanda lahir tersebut berada di paha sebelah kiriku, sedangkan tanda lahir papa terletak di paha sebelah kanan.

Aku sering sekali terkena penyakit batuk, pilek, atau demam. Ketika aku sakit, papa selalu memperhatikan aku, terutama mengenai obat yang harus aku minum. Percaya tidak percaya, penyakitku sering sekali berpindah ke papa.

Hal yang paling aku suka adalah ketika papa membelikan aku es krim. Entah es krim dengan harga mahal entah murah, jika dibelikan dan memakannya bersama papa, kenikmatan es krim tersebut semakin bertambah. Terkadang papa tidak ingin untuk menyicipi es krim yang sedang aku nikmati, sambil berdalih, “Untuk kamu saja.” Tapi aku dapat melihat dari sinar matanya, papa begitu bahagia melihat aku sedang menjilati es krim.

Aku mengikuti salah satu serial komik detektif. Papa tahu aku sangat menyukai serial komik tersebut. Jika nomor terbaru dari seri komik tersebut muncul, aku pasti langsung merengek minta dibelikan oleh papa. Aku terkadang suka takut sendiri dengan gambar-gambar korban pembunuhan yang ada di dalam komik detektif tersebut, dan aku seringkali menunjukkan kepada papa gambar yang aku takuti itu, agar papa turut merasakan ketakutan yang aku alami. Meski papa tidak pernah takut, paling tidak aku merasa lega karena aku telah berbagi rasa takutku padanya.

Ibu pernah cemburu ketika aku dan papa memasak mie instan bersama, dan tentu kami makan berdua saja.

Makanan kesukaan papa adalah bakso, karena papa dibesarkan di Surabaya. Ibu dibesarkan di Yogyakarta, namun aku sama sekali tidak menyukai gudeg. Lidahku lebih cocok untuk menikmati makanan-makanan khas Jawa Timur dengan rasanya yang terkenal asin. Jika aku berkunjung ke Surabaya, aku wajib menikmati rujak cingur, rawon, dan tahu campur yang pastinya juga digemari oleh papa.

Di rumah aku tidak bisa tidur jika papa belum mengusap-usap dahiku. Akan lebih beruntung lagi jika papa memberikan usapan tangannya pada punggungku. Dijamin, satu-dua menit setelah papa mengusap-usap, aku bisa langsung tertidur pulas.

Papa menjadi orang pertama yang mencariku jika di malam hari aku tidak kunjung pulang ke rumah. Papa menjadi orang yang sibuk menghubungi ke telepon genggamku untuk sekadar mengecek apakah aku dalam keadaan yang aman saat aku sedang bepergian.

Sewaktu aku kecil, papa kuat menggendongku saat aku malas bangun dari tempat tidur. Papa mau memangku diriku ketika aku ingin bermanja dengannya. Kini kondisi papa tidak seperti dulu lagi. Papa mengalami dua kali operasi karena sakit kanker yang menyerang tubuhnya. Di saat-saat seperti itu, aku tidak bisa mendampinginya, karena aku berada di luar kota untuk menuntut ilmu. Aku hanya bisa meneteskan air mata, mengenang kebaikan-kebaikannya, sambil terus berdoa kepada Tuhan. Kondisinya pun sekarang sudah membaik, tapi tetap tidak bisa disamakan dengan kondisi kesehatan papa sebelum papa menjalani operasi.

Bahkan papa pernah mengalami operasi patah tulang di bagian bahu kanannya gara-gara aku. Ya, gara-gara papa mengurus perpanjangan KTP milikku, di tengah perjalanan menuju Kantor Kelurahan, beliau terjatuh bersama tukang ojek yang memboncengnya. Sesaat setelah terjatuh, dengan kepala yang bercucuran darah, papa masih sempat mengambil pas fotoku yang jatuh berserakan ke aspal jalanan.

Aku percaya, sampai kapanpun perjuangan papa tidak pernah berakhir untukku. Karena dia adalah papa, sahabat terbaikku.

#anakperempuandanayah

7 comments:

mwahahahha.aku juga paling RUSUH kalo udah nonton bola sama ayahku =))

salam kenal..chaiya chaiya

kok aku malah kebalikannya ya. aku lebih deket sama ibuku. hhe. :D

Dinda: Benar kan, kalau sosok ayah adalah sosok sahabat yang paling menyenangkan? Buktinya kamu bisa sampai rusuh gitu pas nonton bola sama ayahmu :) Salam kenal juga..

Rizaldy: Karena kamu anak laki-laki. Hukum alamnya sih biasanya begitu -> jangan dipercaya, ini sotoydotcom hehehe.

mengharukan, mengingat biasanya ibu doang yg dipuja.

Tapi jarang juga ada anak cewek deket sama ayahnya. Bahkan ini bisa sampe bikin sang ibu iri. LOL :)

Terima kasih Felicia, sudah berkunjung :)
Jasa ibu memang terlihat lebih besar jika dibandingkan dengan ayah, karena perjuangan melahirkan seorang anak berada pada titik hidup dan mati seorang ibu. Tapi tentunya jasa ayah juga tidak bisa dipicingkan begitu saja. Intinya sih kita harus mencintai keduanya secara adil.

mengharukan membacanya...saya juga mau menjadi papa yang baik untuk anak saya...biar nanti ditulis di blog..macam kamu ini...heheee..

salam :)

Menjadi orang tua memang harus memiliki tanggung jawab yang besar dan tentunya menjadi contoh yang baik bagi anak-anaknya. Oke, semoga nanti anak Anda bisa membanggakan ayahnya kelak.
Salam kenal, terima kasih sudah berkunjung :)